Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Doed Joesoef: Jangan Hanya Membangun Ekonomi

Kompas.com - 27/06/2012, 12:47 WIB

 Harian Kompas memberikan penghargaan kepada lima cendekiawan yang dipandang memiliki dedikasi. Penghargaan ini dimulai sejak 2008. Tahun ini penghargaan diberikan kepada Ny Julie Sutardjana (90); Surono (57) atau Mbah Rono—ketika Gunung Merapi meletus tahun 2010 namanya tidak kalah populer daripada Mbah Maridjan (almarhum); Daoed Joesoef (85); Mochtar Pabottingi (66); dan Mona Lohanda (64), peneliti di Arsip Nasional Republik Indonesia yang hasil ketekunannya soal Batavia tak akan dilewatkan para pemerhati Jakarta kuno. Inilah sosok Daoed Joesoef

_______________________________________

 

KOMPAS.com - Bangsa Indonesia kini tengah mengalami multikrisis. Tidak hanya krisis di bidang ekonomi, tetapi juga di bidang politik, sosial, dan kultural. Tantangannya adalah bagaimana memecahkan persoalan yang multikompleks ini.

”Sayangnya, para pemimpin negeri ini tidak, atau tidak mau, menyadari hal itu. Mereka menganggap kesulitan kita sekarang ini terjadi hanya karena ekonomi kita ini belum terbangun dengan baik. Akibatnya, perhatian hanya dipusatkan pada pembangunan ekonomi. Dan, karena pembangunan ekonomi dianggap sebagai jawaban, logis saja jika jalannya pembangunan itu didasarkan pada diktum penalaran ilmu ekonomi,” kata Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983).

Ia menambahkan, sesungguhnya, pendapat yang menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dapat menyelesaikan persoalan yang dialami bangsa ini adalah pendapat yang picik.

Semasa menjadi anggota Kabinet Pembangunan III, kata Daoed Joesoef, dirinya sudah mengingatkan Presiden Soeharto bahwa pembangunan yang berorientasi pada ekonomi itu akan gagal. Namun, itu tidak ditanggapi.

”Yang saya herankan adalah Orde Reformasi itu mengkritik pembangunan ekonomi yang dilakukan Orde Baru, bahkan kemudian juga menjatuhkannya, tetapi tetap meneruskan kebijakan Orde Baru di bidang yang dikritiknya,” ujarnya.

Daoed Joesoef mengemukakan, ia menaruh harapan tinggi ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono terpilih. Persoalannya, Boediono, pada waktu menjadi dosen, bersama Profesor Mubyarto (almarhum) ikut menggagas ekonomi Pancasila. ”Saya pikir pada saat menjadi wakil presiden, ia akan menerapkan ekonomi Pancasila mengingat zaman dulu mungkin ia tidak mempunyai kesempatan untuk menerapkan gagasannya itu. Namun, ternyata kini, ia juga tidak menerapkannya,” katanya menambahkan.

Menurut Daoed Joesoef, seharusnya yang dilakukan adalah pembangunan nasional yang mencakup semua bidang. Untuk itu, Presiden Soekarno sudah mendirikan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Memang, Bappenasnya ada, orang-orang yang bekerja di sana ada, tetapi yang dijalankan adalah pembangunan ekonomi. Pembangunan nasional direduksi menjadi pembangunan ekonomi.

Pembangunan nasional itu meningkatkan kehidupan manusia (to enrich man) dan itu tidak hanya dalam artian materi. Jadi tidak hanya meningkatkan ekonomi di mana manusia itu hidup. ”Dulu, ini yang saya ingatkan kepada Pak Harto. Nah, Pak Harto berang sehingga saya dikeluarkan dari kabinet,” katanya.

Saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, janji yang diberikan kepada rakyat Indonesia adalah mereka akan mengalami kehidupan yang lebih baik dan lebih dihargai sebagai manusia. Namun, pembangunan ekonomi itu tidak berbuat demikian karena ekonomi itu mereduksi multiaspek dari manusia.

”Resep itu sudah begitu jelas, ukuran yang digunakan adalah produk nasional bruto (GNP). Jadi, kalau GNP naik, itu dianggap kesejahteraan naik dan rakyat makmur. Padahal, kan, tidak seperti itu. Jadi rakyat di daerah itu melihat bumi mereka dieksploitasi supaya GNP naik, tetapi mereka tidak dapat apa-apa. Mereka hanya jadi penonton. Bumi mereka dikorek, hutannya dibabat,” tuturnya.

Ekonomi moneter

Walaupun Daoed Joesoef pernah menjabat sebagai Mendikbud, sejatinya pada tahun 1960-an ia satu-satunya dosen moneter di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI).

Keahlian moneter inilah yang antara lain menjadikan dia dapat memiliki rumah di atas tanah seluas 8.500 meter persegi. Semula ia hanya membeli yang di atas saja. Di dekatnya ada tanah milik Departemen Keuangan (Depkeu) yang sedianya disiapkan untuk rumah bagi pegawainya. Namun, pegawai Depkeu tidak tertarik tinggal di wilayah itu karena transportasi ke wilayah itu masih sulit.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Nasional
    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com