Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Korupsi Peraturan Jauh Lebih Bahaya

Kompas.com - 25/05/2012, 23:20 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengingatkan agar semua pihak tidak hanya fokus pada pemberantasan korupsi dalam penggunaan uang negara. Menurut Mahfud, korupsi peraturan jauh lebih berbahaya.

"Korupsi peraturan lebih bahaya dari korupsi uang karena dampaknya sekali berbuat tapi bisa terjadi berkali-kali akibatnya. Kalau korupsi uang, dihukum, selesai. Itu yang sekarang terjadi," kata Mahfud saat peluncuran buku karya politisi Partai Demokrat Benny K Harman "Negeri Mafia Republik Koruptor" di Jakarta, Jumat (25/5/2012) malam.

Mahfud menilai judul buku yang ditulis oleh Benny menyakitkan jika melihat Indonesia sebagai negara hukum. Namun, kata dia, memang kenyataannya seperti itu. Di berbagai daerah tidak terjadi reformasi untuk memberantas korupsi.

Mahfud memberi contoh dirinya pernah didatangi seseorang yang ketika itu menjabat anggota DPRD Sidoarjo, Jawa Timur. Orang itu dituduh korupsi oleh salah satu lembaga penegak hukum.

"Tapi oleh aparat diancam-ancam dulu. Jadi suruh setor uang. Kasus tidak diproses. Uang habis, diperas lagi. Ganti kepala penegak hukum itu, kasusnya dibuka lagi. Harta habis, orangnya dihukum juga," kata dia.

Contoh lain yang menurut Mahfud tak kalah "gila", dari 460 pemilukada, ada 418 perkara terkait pemilukada yang masuk ke MK sampai awal Mei 2012 . Dikatakan dia, hampir semua perkara itu terindikasi kuat korupsi. Lantaran MK tak mengadili perkara korupsi, MK lalu merekomendasikan ke Kepolisian untuk ditindaklanjuti.

Masalah lain, proses pemilihan kepala daerah. Dia memberi calon gubernur bisa sampai mencari dan mengeluarkan uang hingga Rp 150 miliar agar terpilih. "Bagi saya ngga masuk akal. Punya niat baik enggak? Saya kira tidak punya niat memperbaiki kalau jabatan dibeli. Itu terjadi diberbagai daerah," ucap dia.

"Kita harus mencari jalan keluar. Kalau begini terus, kita nunggu hancur saja. Tapi siapa yang harus membelokkan kembali? Dulu kita kasih kekuasaan di DPR begitu hebat agar DPR yang tadinya dianggap tukang stempel bisa mengawasi pemerintah. Sekarang korupsinya sudak mulai dari situ," pungkas Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com