Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Superjet 100, N-2130, dan Penerbangan Masa Depan

Kompas.com - 16/05/2012, 02:41 WIB

Tidak berhenti di situ, badan penerbangan dan para insinyur di pabrik pesawat terkemuka juga terus berpikir untuk menciptakan pesawat baru yang memenuhi tuntutan zaman. Seperti kita ketahui, tuntutan terhadap penerbangan komersial yang paling mendesak saat ini adalah adanya pesawat yang bisa terbang lebih bersih, lebih halus suara mesinnya, dan menggunakan bahan bakar lebih sedikit.

Untuk pesawat masa depan ini, majalah Popular Science (edisi Mei 2012) memberi kita sejumlah ide. Dari perusahaan Lockheed Martin, misalnya, muncul konsep ”Box Wing Jet” yang jika terwujud tahun 2025, bisa terbang dengan hanya menggunakan separuh bahan bakar jet masa kini.

Lockheed coba mencari solusi tanpa meninggalkan bentuk tradisional pesawat masa kini. Caranya dengan memanfaatkan material ringan yang sebelum ini digunakan pada pesawat tempur F-22 Raptor dan F-35 Lightning II, dua pesawat tempur yang paling maju di dunia sekarang ini.

Model lain yang diperkenalkan adalah ide untuk menghidupkan kembali penerbangan supersonik. Harus diakui, sebagian orang masih merasa, dengan kenyamanan layanan kabin pesawat yang ada saat ini, waktu terbang—seperti dari Jakarta ke kota Eropa atau ke Amerika—masih kurang cepat.

Impian ini tidak terkubur saat jet supersonik komersial satu-satunya yang pernah beroperasi, yakni Concorde, terbang untuk terakhir kali pada 26 November 2003. Riwayat jet yang sangat mengesankan ini harus berakhir karena dalam perkembangannya, ia dinilai terlalu bising, tidak efisien, dan terlalu banyak menghabiskan bahan bakar.

Satu lagi desain yang diperkenalkan adalah pesawat hibrida yang akan menggunakan bahan bakar baterai dan jet saat lepas landas, tetapi setelah di ketinggian jelajah, akan sepenuhnya menggunakan listrik. Semangat yang mendasari rancangan Boeing ini adalah bahwa penghematan bahan bakar pesawat bisa dicapai dengan mematikan mesin jet. Pesawat hibrida berukuran Boeing 737 ini diperkirakan bisa terbang tahun 2035.

Lebih tinggi

Baik ditilik secara kemiliteran—mengikuti ajaran penganjur kekuatan udara Italia, Giulio Douhet, yang dalam sejarah mutakhir dipamerkan dalam Perang Teluk 1991 dan model perang AS selanjutnya—maupun ditinjau dari kebutuhan komersial, penerbangan bukan hanya niscaya bagi Indonesia, melainkan juga bagi bangsa lain—lebih-lebih bangsa maju.

Kedirgantaraan terus berusaha tidak hanya menghasilkan pesawat aman dan nyaman pada ketinggian 35.000 kaki, tetapi juga bahkan lebih tinggi lagi. Upaya yang dilakukan oleh perancang Burt Rutan untuk menciptakan SpaceShipOne yang memenangi hadiah Ansari X tahun 2004, yang seolah menghapus batas ketinggian penerbangan—dari ruang aeronautika ke ruang angkasa—kini digarisbawahi oleh realitas politik baru.

Sebagaimana penerbangan, upaya eksplorasi ruang angkasa memang mahal, tetapi jangan dilupakan manfaatnya, mulai dari lapangan kerja, inovasi teknologi, hingga kemajuan sains dasar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com