Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yudhoyono dan Kim Tak Dalami Isu HAM

Kompas.com - 15/05/2012, 12:57 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) Kim Yong Nam, ketika melakukan pertemuan bilateral di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (15/5/2012), tak secara rinci membahas terkait perkembangan masalah hak asasi manusia  di kedua negara.

Kendati demikian, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, posisi Indonesia terkait isu HAM di Korea Utara sangat tegas. Posisi Indonesia senantiasa berevolusi dan berkembang. Pada awalnya, Indonesia menentang resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Korut. Marty tak merinci resolusi yang dimaksud.

"Namun, dalam beberapa waktu ini, kita telah menyesuaikan posisi kita agar Korut bisa meningkatkan terkait HAM dengan tidak lagi menentang resolusi Korut di PBB," kata Marty.

Sebelumnya, beberapa pihak mendesak pemerintah agar menjadikan pertemuan hari ini lebih dari sekadar pertemuan pragmatis, tetapi juga menyentuh berbagai persoalan mendasar di Korut, seperti pelanggaran hak asasi manusia dan kelaparan yang melanda rakyat negara itu.

Dalam siaran persnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan baru saja bertemu Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pelanggaran HAM di Korut, Marzuki Darusman, Minggu lalu.

Menurut Koordinator Kontras Haris Azhar, dalam pertemuan itu tim yang dipimpin Marzuki Darusman memaparkan banyak pelanggaran HAM berat terjadi di Korut. Dari catatan tim diketahui sedikitnya terdapat 154.000 tahanan politik di enam kamp konsentrasi besar di negeri itu.

Banyak dari mereka dipenjara dan dihukum kerja paksa tanpa diadili. Selain dipaksa bekerja lebih dari 10 jam setiap hari, para tahanan politik itu juga tidak mendapat makanan dan pelayanan medis yang layak. Akibatnya, banyak tahanan politik yang sakit dan tewas. Mereka juga dilarang berkomunikasi dengan keluarga dan disiksa secara fisik.

Persoalan lain yang juga sangat mendesak adalah penanganan masalah kelaparan yang melanda sebagian besar rakyat Korut. Kelaparan akibat salah urus negara itu sudah terjadi sejak tahun 1990-an dan diyakini telah memakan korban jiwa lebih dari dua juta orang.

Kondisi buruk itu juga mengancam nyawa lebih dari 60 persen anak-anak di Korut. Mereka rentan kelaparan dan kekurangan gizi.

"Jadi, sangat tidak logis dan tidak humanis jika Indonesia ingin membangun dialog, sementara jutaan orang di sana menderita. Kami juga minta Pemerintah Korut segera mengundang Pelapor Khusus PBB ke sana," kata Haris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com