JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menilai, surat permintaan audiensi terkait pemulangan Neneng Sri Wahyuni yang diajukan tim pengacara Muhammad Nazaruddin cacat hukum.
Menurut Busyro, surat tersebut tidak dapat mewakili Neneng lantaran pengacara Nazaruddin bukanlah pengacara Neneng. Tidak ada surat kuasa dari Neneng yang menunjuk Elza Syarief, Hotman Paris, Rufinus Hutauruk, ataupun Junimart Girsang sebagai pengacaranya. "Surat itu diajukan oleh pengacaranya Nazaruddin, tentu ini cacat hukum, kecuali Neneng memberikan kuasa kepada pengacara Nazaruddin," kata Busyro di Jakarta, Senin (7/5/2012).
Pada 26 April 2012, kuasa hukum Nazaruddin mengirimkan surat ke KPK. Surat tersebut berisi permintaan audiensi Nazar dengan pimpinan KPK terkait pemulangan Neneng. Dalam surat tersebut Nazaruddin meminta istrinya agar tidak ditangkap, tetapi dijemput KPK.
Neneng adalah tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008. Keberadaan Neneng tidak terlacak setelah Nazaruddin tertangkap di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011. Neneng dan Nazaruddin bertolak ke Singapura pada 23 Mei 2011. Nazaruddin divonis empat tahun sepuluh bulan penjara dalam kasus suap wisma atlet SEA Games 2011.
Neneng dan Nazaruddin diduga memperoleh keuntungan Rp 2,2 miliar dari proyek PLTS. Proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut dimenangi oleh PT Alfindo Nuratama yang dipakai benderanya oleh Nazaruddin dan Neneng. Selanjutnya dalam pengerjaan, proyek itu disubkontrak ke beberapa perusahaan lain. KPK menemukan kerugian negara sekitar Rp 3,8 miliar terkait proyek tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.