Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Implementasi UU Perdagangan Orang Masih Lemah

Kompas.com - 26/04/2012, 20:15 WIB
Lusiana Indriasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Implementasi Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), masih sangat lemah.

Selama ini aparat penegak hukum lebih banyak menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), untuk menjerat pelaku perdagangan manusia lintas batas (trafficking) yang jaringannya semakin menggurita.

Kasus yang dialami tiga buruh migran Indonesia di Malaysia, menjadi salah satu contoh betapa buruknya penegakan hukum dengan perspektif PPTO yang diharapkan bisa memutus mata rantai trafficking.

Seperti diberitakan di berbagai media massa, Herman (34), Abdul Kadir Jaelani (25), dan Mad Noon (28), meninggal saat bekerja di luar negeri. Mereka diduga menjadi korban penjualan organ tubuh.

"Kejadian ini merupakan refleksi atas penanganan trafficking  di Indonesia. Sudah  lima tahun, Indonesia memiliki  Undang-undang No 21 Tahun 2007 tentang PTPPO. Namun  pelaksanaannya sama sekali belum memadai," kata Wahidah Rustam, Ketua Badan Eksekutif Nasional  Solidaritas Perempuan, Kamis (26/4/2012) di Jakarta.

Solidaritas Perempuan mendesak, agar pemerintah segera melaksanakan UU No 21 Tahun 2007 tentang PTPPO, dengan mengedepankan pada pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM) korban dan kelompok rentan, termasuk buruh migran.

Undang-undang tersebut sudah seharusnya dipakai aparat penegak hukum, untuk menangani kasus perdagangan manusia, baik skala domestik (dalam negeri) maupun internasional.

Staf Divisi Migrasi Trafficking dan HIV/Aids pada Solidaritas Perempuan, Dinda Nuurannisaa Yura, mengungkapkan, selama ini penegakan hukum berdasarkan KUHP justru menjadikan korban sebagai tersangka.

Dalam kasus perdagangan manusia sebagai pekerja seks, misalnya, mereka yang menjadi korban jaringan perdagangan manusia justru dihukum karena menjajakan seks.

Pemerintah dan legislatif diminta mempercepat proses revisi UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN), dengan mengacu pada Konvensi Migran 1990. Konvensi tersebut mengatur penegakan prinsip anti perbudakan dan perdagangan orang.  

International Organization of Migration (IOM) Indonesia, sejak bulan Maret tahun 2005 hingga Desember 2011, menangani 4.067 kasus trafficking. Dari jumlah itu sebanyak 3. 942 kasus trafficking menimpa warga negara Indonesia.

Sebagian besar (87,94 persen) kasus trafficking terjadi di Malaysia dan dialami perempuan.

Nurul Qoiriah, National Project Cordinator, Counter Trafficking Unit, IOM Indonesia, mengatakan, mayoritas korban trafficking tersebut dieksploitasi tenaga dan seksualitasnya. Mereka bekerja sebagai pekerja rumah tangga tanpa dibayar, mendapat pelecehan seksual dari majikannya, dipekerjakan tidak sesuai perjanjian dan masih banyak lagi.

"Kasus trafficking ini tidak hanya terjadi antarnegara, tetapi juga terjadi di lingkup dalam negeri," kata Nurul.   

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU MK, Usul Hakim Konstitusi Minta 'Restu' Tiap 5 Tahun Dianggap Konyol

Revisi UU MK, Usul Hakim Konstitusi Minta "Restu" Tiap 5 Tahun Dianggap Konyol

Nasional
Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih

Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih

Nasional
DPR Berpotensi Langgar Prosedur soal Revisi UU MK

DPR Berpotensi Langgar Prosedur soal Revisi UU MK

Nasional
Bus Kecelakaan di Ciater Hasil Modifikasi, dari Normal Jadi 'High Decker'

Bus Kecelakaan di Ciater Hasil Modifikasi, dari Normal Jadi "High Decker"

Nasional
KPU Tegaskan Caleg DPR Terpilih Tak Akan Dilantik Jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg DPR Terpilih Tak Akan Dilantik Jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Dirjen Kementan Mengaku Diminta Rp 5-10 Juta Saat Dampingi SYL Kunker

Dirjen Kementan Mengaku Diminta Rp 5-10 Juta Saat Dampingi SYL Kunker

Nasional
LPSK Minta Masa Kerja Tim Pemantau PPHAM Berat Segera Diperpanjang

LPSK Minta Masa Kerja Tim Pemantau PPHAM Berat Segera Diperpanjang

Nasional
DPR Panggil Kemenkes dan BPJS Kesehatan Terkait Penghapusan Kelas

DPR Panggil Kemenkes dan BPJS Kesehatan Terkait Penghapusan Kelas

Nasional
WNI yang Umrah ke Tanah Suci Diminta Kembali Sebelum 23 Mei 2024

WNI yang Umrah ke Tanah Suci Diminta Kembali Sebelum 23 Mei 2024

Nasional
Baznas Janji Tak Ambil Keuntungan jika Dilibatkan Prabowo Jalankan Program Makan Siang Gratis

Baznas Janji Tak Ambil Keuntungan jika Dilibatkan Prabowo Jalankan Program Makan Siang Gratis

Nasional
Dukung World Water Forum di Bali, Holding RS BUMN IHC Siapkan Tim Medis hingga Mini ICU

Dukung World Water Forum di Bali, Holding RS BUMN IHC Siapkan Tim Medis hingga Mini ICU

Nasional
Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Jadi Stafsus Presiden

Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Jadi Stafsus Presiden

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Sebatas Menghapus Jumlah 34 Kementerian, Ketua Baleg Harap Segera Rampung

Revisi UU Kementerian Negara Sebatas Menghapus Jumlah 34 Kementerian, Ketua Baleg Harap Segera Rampung

Nasional
Laporkan Soal Bea Cukai ke Jokowi, Sri Mulyani: Yang Viral-viral Harus Diperbaiki

Laporkan Soal Bea Cukai ke Jokowi, Sri Mulyani: Yang Viral-viral Harus Diperbaiki

Nasional
Jusuf Kalla Disebut Bakal Jadi Saksi dalam Sidang Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Jusuf Kalla Disebut Bakal Jadi Saksi dalam Sidang Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com