JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus korupsi di Kementerian Kesehatan (Kemkes), Siti Fadilah, mempertanyakan mengapa penegak hukum terkesan hanya mengusut dugaan kasus korupsi di Kemkes. Padahal menurut mantan Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu itu, kementerian lain pun diduga melakukan korupsi dalam proyek-proyek pemerintah.
"Dulu kita menghitung ada tiga kementerian. Nomor satu, Departemen Agama. Dua, Kemendiknas dan Depkes. Kenapa cuma Depkes yang dibongkar? Saya bolak-balik ke KPK, saya lelah sekali. Tapi kenapa yang lainnya tidak kena-kena," keluhnya saat jumpa pers di kediamannya, Jakarta Timur, Rabu (25/4/2012).
Siti mengaku tak tahu alasan penegak hukum terkesan menerapkan tebang pilih dalam penelusuran kasus korupsi di kementerian. "Depdikbud, APBN itu sepuluh kali lipat dari Depkes, kenapa tidak ada suaranya. Kenapa, hayo?" ujarnya.
Siti mengatakan kasus korupsi di kementerian terjadi karena sistem yang salah. Namun di sisi lain, ia membantah bahwa dirinya menjadi korban sistem yang salah tersebut. "Semua ini karena sistem yang belum baik, tapi pemerintah sekarang sedang menuju sistem lebih baik, dengan reformasi birokrasinya, yang masih berjalan walaupun lambat. Saya bukan korban sistem," ungkapnya.
Seperti diketahui, Siti Fadilah dijadikan tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang sebagai Menteri Kesehatan RI, pada tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk buffer stock atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan metode penunjukan langsung yang dilaksanakan oleh Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan.
Proyek itu berlangsung antara Oktober 2005 dan November 2005. Proyek yang diduga korup itu bernilai Rp 15.548.280.000. Akibatnya, negara dirugikan Rp 6.148.638.000.
Dalam kasus ini, anggota Wantimpres RI itu dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.