Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghitung Suara Pemilih, Kuota Versus "Divisor"...

Kompas.com - 17/04/2012, 09:00 WIB

KOMPAS.com - Salah satu materi yang alot diperdebatkan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah formulasi penetapan perolehan kursi partai politik. Dalam sidang paripurna pengesahan UU Pemilu, Kamis (12/4), materi itu dipu- tuskan melalui voting.

Formulasi yang kemudian disepakati mayoritas anggota DPR adalah metode kuota dengan sisa suara terbanyak. Sebelumnya, alternatif yang diusulkan parpol di DPR mengerucut pada metode kuota dengan sisa suara (largest remainder) atau hare quota dan metode divisor varian webster.

Metode kuota telanjur lama dipakai dalam pemilu di Indonesia. Caranya relatif mudah, yakni dengan menetapkan terlebih dulu kuota untuk membagi suara dengan jumlah kursi yang diperebutkan dalam satu daerah pemilihan, dilanjutkan dengan penghitungan sisa suara.

Sementara metode divisor webster merujuk pada nama penganjurnya, yakni Daniel Webster, seorang senator Amerika Serikat. Cara pembagian kursi adalah dengan pembagian suara dengan bilangan pembagi tetap berangka 1, 3, 5, 7, dan seterusnya.

Kursi dibagikan berdasarkan ranking. Pengusul metode divisor terutama disokong argumentasi untuk menciptakan proporsionalitas bahwa perolehan suara parpol bisa tecermin dalam perolehan kursinya.

Di antara beragam varian dalam metode kuota, hare quota dinilai sebagai metode yang paling tinggi derajat proporsionalitasnya. Hanya saja, metode ini cenderung ”menguntungkan” parpol kecil-menengah yang bisa mengambil.

Sementara, dari beragam metode divisor, penghitungan ala Webster/Sainte-Lague pun cenderung membagi kursi kepada parpol peserta pemilu secara proporsional sesuai dengan jumlah suara sah yang diperoleh.

Mirip 2004

Metode kuota yang ditetapkan kali ini mirip dengan yang dipergunakan pada Pemilu 2004, dengan tambahan ada ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT). Jika dalam Pemilu 2004 semua parpol peserta diperhitungkan dalam penghitungan perolehan kursi, untuk Pemilu 2014 hanya parpol yang perolehan suara nasionalnya lebih dari 3,5 persen suara sah nasional yang diikutkan dalam penghitungan.

Merujuk ketentuan Pasal 212 UU Pemilu yang baru disahkan, penghitungan pertama dilakukan membagikan kursi kepada parpol peserta yang perolehan suara sahnya sama dengan atau lebih besar dari bilangan pembagi pemilihan (BPP). Dalam hal masih terdapat sisa kursi di daerah pemilihan bersangkutan, dilakukan penghitungan tahap kedua. Yang diperhitungkan dalam tahap ini adalah sisa suara parpol yang telah mendapatkan kursi di penghitungan tahap pertama berikut perolehan suara parpol yang perolehan suaranya lebih kecil daripada BPP.

Penghitungan perolehan kursi tahap kedua dilakukan apabila masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi dalam penghitungan tahap pertama. Penghitungan tahap kedua ini dilakukan dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada parpol peserta pemilu satu demi satu secara berturut-turut sampai habis, dimulai dari parpol yang mempunyai sisa suara terbanyak.

BPP yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah semua parpol yang memenuhi ambang batas tertentu dari suara sah secara nasional di satu daerah pemilihan dengan jumlah kursi di satu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi parpol peserta pemilu.

Metode kuota yang dipergunakan untuk pemilu mendatang tak sama dengan yang dipergunakan pada Pemilu 2009. Saat itu memang dipergunakan metode kuota dengan sisa suara terbanyak dan sudah berlaku PT sebesar 2,5 persen. Hanya saja, terdapat tiga tahap penghitungan dengan menarik sisa suara ke tingkat provinsi jika memang masih ada sisa kursi yang belum habis terbagi dari daerah pemilihan di provinsi tersebut. Pada perhitungan dua tahap pertama, hanya peserta pemilu dengan perolehan minimal 50 persen BPP yang bisa memperoleh kursi. Hitungan itu dinilai rumit dan tak sepenuh efektif.

Dengan menangnya pengusung hare quota dan tak berhasilnya upaya pengusung metode divisor, siapakah yang bakal menangguk untung di Pemilu 2014? (Sidik Pramono)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com