JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih baik mempertahankan Partai Keadilan Sejahtera dalam koalisi partai-partai pendukung pemerintah asalkan mau bersungguh-sungguh menjaga komitmen kontrak bersama. Hal itu akan lebih bisa menjaga stabilitas politik dan kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II menjelang Pemilu 2014.
"Mempertahankan PKS dalam koalisi itu lebih baik daripada mengeluarkannya. Itu akan lebih menjamin stabilitas politik dan kinerja pemerintahan," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Bahtiar Effendy, di Jakarta, Selasa (10/4/2012).
Menurut Bahtiar, pilihan PKS menyempal dari kebijakan koalisi soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dapat diberi sanksi. Salah satunya dengan tidak melibatkannya pada pengambilan keputusan strategis di Sekretariat Gabungan.
"Lebih baik PKS dinetralisasi daripada dipecat dari koalisi. Biarkan saja koalisi tetap seperti sekarang," katanya.
Pemecatan PKS dari koalisi yang diikuti perombakan (reshuffle) menteri-menteri dari partai tersebut akan memberikan citra buruk pada Presiden Yudhoyono. Bakal muncul kesan Presiden tidak cermat memilih para menteri. Rakyat juga akan berpikir pemerintah lebih disibukkan dengan urusan internal kepartaian daripada aspirasi rakyat.
"Mengganti menteri-menteri untuk masa kerja dua tahun juga tidak efektif dan sulit menghasilkan kerja yang baik," ujarnya.
Seperti diberitakan, hingga kini Presiden Yudhoyono yang sekaligus pemimpin koalisi belum memberikan keputusan resmi soal keberadaan PKS. Padahal, pimpinan partai anggota koalisi menilai partai itu telah melanggar tata etika (code of conduct) koalisi karena berseberangan dari kebijakan koalisi untuk mendukung rencana kenaikan harga BBM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.