JAKARTA, KOMPAS.com — Gerakan Hakim Progresif Indonesia yang mewakili hakim di seluruh Indonesia mendatangi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Selasa (10/4/2012). Dalam pertemuan yang difasilitasi mantan hakim konstitusi, Jimly Asshiddiqie, 28 hakim itu mengutarakan isi hati mereka tentang tuntutan kenaikan gaji hakim kepada Menpan dan RB, Azwar Abubakar.
Menurut para hakim, pemerintah sengaja menyamakan gaji mereka sebagai pejabat negara dengan pegawai negeri sipil agar hakim dapat dikendalikan sebagai pemegang kuasa peradilan.
"Kami ini disebut sebagai harimaunya konstitusi, tetapi kami dipaksa untuk menjadi kucing. Ini bukan menghina PNS. Tidak masalah kami dikatakan PNS, tetapi dalam aturan perundangan, kami disebut pejabat negara. Apa ini cara pemerintah untuk mengendalikan kami," tutur Wahyu Sudrajat, hakim asal Pengadilan Negeri Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi, di hadapan Menpan.
Menurutnya, sejak dulu pemerintah menjanjikan akan menaikkan gaji dan tunjangan hakim, tetapi masih belum terealisasi. Padahal, di masa pemerintahan Presiden Soeharto, kata Wahyu, dibuat aturan khusus kenaikan gaji hakim sebanyak 100 persen. "Tahun 1994 Presiden Soeharto mengeluarkan aturan gaji pokok khusus untuk hakim di luar gaji PNS, 100 persen beda dari PNS. Dengan berlalunya waktu, ternyata, pada tahun 2008, itu untuk terakhir kalinya naik gaji pokok," ungkapnya.
Masih berkaitan dengan status hakim sebagai pejabat negara, menurut Wahyu, hakim tak bisa menuliskan jabatannya sebagai hakim di kartu tanda penduduk (KTP). Padahal, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menyebut hakim sebagai pejabat negara. Oleh karena itu, harusnya ada perbedaan baik dalam hal gaji maupun cara pandang.
"Ini harus diubah dulu, pejabat negara dan bukan lagi PNS, termasuk hak-haknya. Penegasan demikian harus dengan PP. Ini saja kami buat KTP, saya bilang saya hakim, dibilang petugasnya, enggak ada. Bisanya ditulis pekerjaan PNS, bukan hakim," papar Wahyu.
Dalam pertemuan ini para hakim juga meminta Menpan untuk membantu menyuarakan tuntutan mereka, terutama kepada pemerintah dan Menteri Keuangan. Hakim, kata Wahyu, bukan mengharapkan penghormatan, tetapi minta pemerintah memenuhi hak konstitusi hakim yang terabaikan.
"Kami ini pejabat setingkat apa sebenarnya. Agar jelas juga hak kami yang harusnya dipenuhi. Kami ini bukan minta penghormatan. Tidak. Kami hanya ingin hak konstitusi kami diperhatikan," ujar Wahyu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.