Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

250 Kali, Mereka Berdiri Diam Melawan Lupa

Kompas.com - 15/03/2012, 10:34 WIB
Maria Natalia

Penulis

KOMPAS.com — "250 kali berdiri, diam untuk melawan lupa, tetapi saya dan kawan-kawan tidak pernah merasa capek. Ini untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi Wawan, anak saya, dan rekan-rekannya. Siapa yang rela membiarkan anaknya diperlakukan tidak adil oleh negara."

Kalimat ini terlontar dari bibir Maria Katarina Sumarsih (52), ibunda Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Atma Jaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi 1998. Hari sudah gelap ketika Kompas.com bertandang ke rumahnya, Rabu (14/3/2012), di kawasan Meruya, Jakarta Barat.

Ia bertutur tentang jalan panjang perjuangannya yang seolah tak berujung, tentang harapan yang tak pernah pupus, juga tentang "surat cinta" yang hari ini akan dikirimkannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Surat cinta" yang dimaksudnya adalah selembar kertas yang berisi tuntutan kepada Presiden untuk  menyelesaikan secara tuntas dan adil berbagai kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di negeri ni.

Sumarsih adalah motor perjuangan para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu yang tak kunjung letih mencari keadilan. Peristiwa Semanggi yang merenggut nyawa putranya mengubah hidupnya secara drastis, dari seorang pegawai negeri yang tidak pernah bersentuhan dengan dunia politik menjadi seorang aktivis hak asasi manusia.

Ia menjadi orator unjuk rasa. Ia berkeliling melakukan audiensi dengan institusi tentara, Komisi Nasional HAM, DPR, hingga Presiden. Sumarsih juga menjadi pendamping bagi keluarga korban, menyemangati mereka untuk tetap kuat memperjuangkan keadilan yang menjadi hak mereka.

Ia pernah melempar telur busuk ke tengah Rapat Paripurna DPR karena lembaga itu mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat.

Atas segala sepak terjangnya, ia pernah mendapat penghargaan Yap Thiam Hien tahun 2004. Ini adalah penghargaan kepada mereka yang dianggap berjasa memperjuangkan hak asasi manusia di Indonesia. Semangat dan keberaniannya menjadi ikon perjuangan kasus Tragedi Trisakti-Semanggi I dan II.

Kamisan

Ia adalah sosok di balik "Aksi Kamisan". "Aksi Kamisan" merujuk pada sekelompok orang yang setiap hari Kamis pukul 16.00 berdiri di depan Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara. Mereka adalah para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM, dari tragedi 65, Tragedi Mei 98, hingga kasus Trisakti- Semanggi I dan II. Mereka tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK).

Di seberang Istana, mereka tidak berorasi, tidak pula melakukan aksi teatrikal layaknya peserta unjuk rasa meski mereka sedang berunjuk rasa. Berpakaian serba hitam, membawa payung hitam, mereka berdiri dan diam, tanpa suara. Lewat diam, mereka ingin melawan lupa.

Negara tidak boleh melupakan aneka kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum selesai pertanggungjawabannya di hadapan hukum. Lewat diam, mereka meminta negara untuk menuntaskan "dosa-dosa" masa lalu itu. Biasanya setelah satu jam mereka membubarkan diri dan kembali lagi hari Kamis pekan berikutnya.

Payung hitam dipilih sebagai simbol perlindungan dan keteguhan cinta dan iman mereka untuk perjuangan HAM. "Payung itu lambang perlindungan ilahi. Jika negara tidak melindungi kami rakyatnya, kami percaya Tuhan masih tetap melindungi kami," ujar Sumarsih.

Hari ini, Kamis (15/3/2012), adalah hari Kamis ke-250 mereka berdiri dalam diam menunggu empati negara sejak aksi pertama digelar pada 18 Januari 2007. Sore nanti, pukul 16.00, mereka akan genap berdiri di sana untuk ke-250 kali. Sudah lima tahun.

Konsisten

Selama lima tahun, mereka konsisten datang ke tempat itu pada hari dan jam yang sama. Panas terik dan hujan badai hari itu tidak pernah membuat mereka absen. Tahun lalu, Sumarsih bercerita, mereka pernah berdiri di bawah guyuran hujan deras dan angin kencang.

"Hujan badai, tetapi kami bertahan. Ini hanya hujan badai," kata dia.

Sumarsih dan kawan-kawan juga pernah berhadapan dengan polisi yang memaksa mereka membubarkan diri. Alasannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kedatangan tamu negara. Ia menduga Presiden mungkin malu oleh kehadiran keluarga dan korban pelanggaran HAM ini.

"Pernah kami saling dorong dengan petugas sampai payung kami rusak. Saya sampai bertanya, apa Presiden malu kami ada di depan istana," katanya.

Selama 249 kali berdiri diam dan menenteng payung hitam serta spanduk, pernahkah Presiden melirik kearah korban dan keluarga korban pelanggaran HAM ini?

Sumarsih mengaku tak tahu. Menurutnya, Presiden selalu lewat dengan dengan kaca jendela mobil tertutup rapat. Kaca mobil yang gelap membuat mereka tak dapat melihat apakah Presiden pernah memalingkan wajah untuk melihat belasan hingga puluhan payung hitam yang sengaja diangkat tinggi ketika ia lewat.

"Kalau Pak Presiden lewat, petugas biasanya langsung berbaris menutupi kami. Kami hanya bisa mengangkat payung tinggi-tinggi. Jadi, kami tidak tahu beliau melihat kami atau tidak. Saat 26 Maret 2008 lalu, ketika kami bertemu Presiden, saya mengatakan kami berdiri dengan payung hitam di depan istana, apakah bapak pernah melihat kehadiran kami? Presiden hanya manggut-manggut. Jadi, mungkin maksudnya dia melihat kami," ujarnya.

Lalu, sampai kapan Kamisan ini digelar? "Kami pernah sepakat, Kamisan akan berakhir kalau kami tinggal tiga orang, tetapi sejauh ini enggak pernah sampai tiga. Pernah 200-an orang, penah juga hanya sembilan orang. Kami baru akan berhenti kalau Presiden membuat Pengadilan HAM untuk kasus pelanggaran HAM. Sederhana, kan, permintaan kami," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU DKI Jakarta Mulai Tahapan Pilkada Juni 2024

KPU DKI Jakarta Mulai Tahapan Pilkada Juni 2024

Nasional
2 Hari Absen Rakernas V PDI-P, Prananda Prabowo Diklaim Sedang Urus Wisuda Anak

2 Hari Absen Rakernas V PDI-P, Prananda Prabowo Diklaim Sedang Urus Wisuda Anak

Nasional
Covid-19 di Singapura Tinggi, Kemenkes: Situasi di Indonesia Masih Terkendali

Covid-19 di Singapura Tinggi, Kemenkes: Situasi di Indonesia Masih Terkendali

Nasional
Ganjar Ungkap Jawa, Bali, hingga Sumut jadi Fokus Pemenangan PDI-P pada Pilkada Serentak

Ganjar Ungkap Jawa, Bali, hingga Sumut jadi Fokus Pemenangan PDI-P pada Pilkada Serentak

Nasional
Kemenkes Minta Masyarakat Waspada Lonjakan Covid-19 di Singapura, Tetap Terapkan Protokol Kesehatan

Kemenkes Minta Masyarakat Waspada Lonjakan Covid-19 di Singapura, Tetap Terapkan Protokol Kesehatan

Nasional
Pastikan Isi Gas LPG Sesuai Takaran, Mendag Bersama Pertamina Patra Niaga Kunjungi SPBE di Tanjung Priok

Pastikan Isi Gas LPG Sesuai Takaran, Mendag Bersama Pertamina Patra Niaga Kunjungi SPBE di Tanjung Priok

Nasional
Disindir Megawati soal RUU Kontroversial, Puan: Sudah Sepengetahuan Saya

Disindir Megawati soal RUU Kontroversial, Puan: Sudah Sepengetahuan Saya

Nasional
Diledek Megawati soal Jadi Ketum PDI-P, Puan: Berdoa Saja, 'Insya Allah'

Diledek Megawati soal Jadi Ketum PDI-P, Puan: Berdoa Saja, "Insya Allah"

Nasional
Kemenko Polhukam: Kampus Rawan Jadi Sarang Radikalisme dan Lahirkan Teroris

Kemenko Polhukam: Kampus Rawan Jadi Sarang Radikalisme dan Lahirkan Teroris

Nasional
BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

Nasional
Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Nasional
Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Nasional
Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Nasional
DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

Nasional
Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com