KOMPAS.com — Rabu (14/3/2012). Matahari sudah lama tutup. Hari sudah larut. Perempuan kecil itu masih sibuk mencoret-coret sebuah kertas. Rambut di kepalanya sudah memutih semua. Malam itu ia ingin memastikan segala kesiapan untuk menyambut hari ini, Kamis (15/3/2012).
Hari ini hari istimewa, hari Kamis ke-250 ”Aksi Kamisan” yang digelar Jaringan Solidaritas Keluarga Korban (JSKK) pelanggaran HAM. ”Aksi Kamisan” merujuk kepada sekelompok orang yang setiap hari Kamis pukul 16.00 berdiri di depan Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara.
Mereka adalah para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM, mulai dari tragedi 65, Tragedi Mei 98, hingga kasus Trisakti-Semanggi I dan II. Mereka menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM. Sumarsih adalah motor perjuangan paguyuban ini.
Maria Katarina Sumarsih (52) adalah ibunda Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Atma Jaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi 1998. Malam itu ia menyiapkan sepucuk ”surat cinta” untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ini bukan ”surat cinta” pertama. Ia telah berkirim surat kepada Presiden sejak aksi Kamisan pertama digelar pada 18 Januari 2007. Selama lima tahun ”cinta”-nya masih bertepuk sebelah tangan.
”Ini surat cinta kami untuk Presiden, semoga saja dibaca segera,” kata Sumarsih sambil menunjukkan selembar kertas bewarna putih.
Surat cinta Sumarsih dan keluarga korban pelanggaran HAM berisi tuntutan kepada Presiden agar tak lupa menyelesaikan secara tuntas dan adil berbagai kasus pelanggaran HAM di negeri ini. Ada 10 tuntutan dalam surat itu.
Berikut 10 tuntutan tersebut:
1. Menginstruksikan kepada Jaksa Agung untuk segera melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselidiki Komnas HAM, yaitu Tragedi Trisakti, Semanggi I (13 November 1998), Semanggi II (24 September 2009), tragedi Mei 1998, tragedi Talangsari-Lampung, penculikan dan pehilangan orang paksa 97-98, dan tragedi Wasior Wamena.
2. Mendorong digelarnya pengadilan pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib untuk membongkar dalang pelakunya.