Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiai Faqih dan Restu Langitan

Kompas.com - 07/03/2012, 09:19 WIB

Papan nama

Nama Langitan merupakan perubahan dari kata plangitan, kombinasi kata plang dalam bahasa Jawa yang berarti ’papan nama’ dan wetan yang berarti ’timur’. Pada awal berdirinya, di Widang saat itu ada dua papan nama, satu di timur dan satu di barat. Di sebelah plang wetan didirikan lembaga pendidikan Pesantren Langitan tahun 1852 oleh KH Muhammad Nur. Plang wetan dijadikan sebagai tanda untuk memudahkan orang mendata dan mengunjungi pesantren. Akhirnya pesantren diberi nama Plangitan yang akhirnya menjadi Langitan.

Dengan jumlah santri 3.000 orang, pesantren berawal hanya surau kecil tempat KH Muhammad Nur mengajarkan ilmu agama serta menggembleng keluarga dan tetangga untuk meneruskan perjuangan mengusir penjajah Belanda.

Namun, sejumlah ulama besar juga pernah menimba ilmu di Langitan, seperti KH Kholil Bangkalan, KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU), dan KH Syamsul Arifin. Pesantren ini berpegang ”memelihara budaya klasik yang baik dan mengambil budaya baru yang konstruktif”.

Upaya perbaikan dengan merekonstruksi bangunan sosiokultural terutama dalam pendidikan. Dalam pembaruan dan modernisasi, Langitan menegaskan bahwa pembaruan dan modernisasi tidak boleh mengubah dan mereduksi orientasi dan idealisme pesantren.

Pada masa pengasuhan KH Abdul Hadi Zahid, sekitar tahun 1949, mulai dikembangkan sistem pengajaran klasikal dengan cara mendirikan madrasah ibtidaiyah dan madrasah mualimin. Di samping itu, masih ada rutinitas pengajian kitab klasik sistem sorogan atau weton yang terus dilestarikan. Santri diharuskan shalat lima waktu berjamaah sebagai cermin disiplin waktu.

Kiai Faqih memimpin Pondok Pesantren Langitan sejak tahun 1971, menggantikan KH Abdul Hadi Zahid. Kiai Faqih didampingi pamannya, KH Ahmad Marzuki Zahid.

Pada saat dipimpin Kiai Faqih, Pesantren Langitan makin lebih terbuka, termasuk mengembangkan ilmu komputer, tetapi tetap mempertahankan pengajaran salafiyah.

Kiai Faqih pernah berguru kepada Mbah Abdur Rochim, di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Ia juga pernah tinggal di Mekkah, Arab Saudi, belajar kepada Sayid Alwi bin Abbas Al Maliki. Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki, anak Sayid Alwi, lima kali berkunjung ke Langitan.

KH Faqih menikah dengan Hj Hunainah dan dikaruniai 10 anak, yakni Ubaidillah Faqih, M Abdur Rohman Faqih, Mujib Faqih, Mujab Faqih, Abdullah Habib Faqih, Abdillah Faqih, Agus Maksum Faqih, Hanifah, Salamah, dan Amira. (ADI SUCIPTO KISSWARA)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com