"Untuk itu diperlukan kekuatan laut dan udara yang terpadu untuk mencegah jangan sampai musuh masuk ke Indonesia. Kalau hanya memperkuat militer di daratan berarti membiarkan musuh masuk terlebih dahulu baru digempur. Itu logika yang terbalik dan tidak dapat dinalar," ujar Anton.
Sedangkan Direktur Institute for Defense Security and Peace Studies (IDSPS) Mufti Makarim yang juga ditemui di Imparsial mengingatkan, seharusnya TNI AD berkonsentrasi dalam upaya membentuk serdadu yang memiliki mental baik sebagai tentara rakyat yang dibiayai pembayar pajak dan kesejahteraannya diperhatikan sebelum berbicara membeli persenjataan dengan nilai trilyunan rupiah.
"Lebih baik membentuk mental prajurit yang kompatibel dengan negara demokrasi modern seperti Indonesia. Tanpa itu kemungkinan besar persenjataan seperti tank yang sulit digelar karena rendahnya kualitas jalan raya di Indonesia justru akan digunakan terhadap rakyat Indonesia," ujar Mufti.
Secara singkat, rencana pembelian satu divisi Tank Leopard dari Kerajaan Belanda yang sedang mengalami krisis keuangan tidak bisa dinalar sama sekali, karena kekuatan laut dan payung udara (TNI AU) serta kualitas jalan di Indonesia masih sangat rendah. Lagipula Indonesia tidak memiliki doktrin agresi terhadap negara sekitar.
Di lain pihak, negara pemilik Tank Tempur Utama seperti Singapura dan Malaysia memiliki jalan raya dengnan kualitas baik tetapi tidak menggelar arsenal mereka di dekat perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Kalau pun pecah perang, sangat sulit bagi tank Challenger milik Singapura yang berbasis di Brunei untuk bergerak di jalanan Kalimantan wilayah Indonesia yang kualitasnya sangat buruk dan berlumpur!
Mungkin selembar foto bersejarah tentang seorang warga Tiongkok berdiri menghadang sebuah MBT milik Tentara Pembebasan Rakyat di Lapangan Tian An Men Tahun 1989 bisa mengingatkan para jenderal TNI dan masyarakat tentang senjata yang digunakan terhadap rakyat dan tidak pernah berperang melawan musuh dari luar...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.