Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cinta Kita, Punk, dan Aceh

Kompas.com - 15/12/2011, 13:46 WIB

Oleh: Mariska Lubis

Hendak ke manakah kita melangkah bila segala sesuatunya tidak berjalan seperti yang kita bayangkan sebelumnya? Bila juga apa yang telah kita lakukan hanya menjadi sebuah kesia-siaan belaka.  Bagaimana kita bisa tetap memiliki mimpi dan terus bergairah untuk mewujudkannya?!  Bagaimana dengan kita?!

Banyak usaha telah kita lakukan dan semuanya bertujuan baik serta mulia.Tidak ada keinginan lain, selain mewujudkan cita-cita dan mimpi bersama yaitu kehidupan dan masa depan yang lebih baik. Mulai dari cara yang sangat halus hingga ke cara-cara yang sangat keras dan penuh kekerasan. Semua itu adalah demi masyarakat, Negara, dan bangsa yang sangat kita cinta ini.

Kita semua menyadari dan merasakan sekali bagaimana keadaan kita sekarang ini. Segala sesuatunya menjadi sangat tidak pasti dan membingungkan. Tidak ada kata dan janji yang dapat dipegang, tidak ada hukum yang menjadi dasar, semuanya sangat tergantung kepada kepentingan masing-masing. Peperangan dan perpecahan tidak lagi dapat dimungkiri, semua saling menuding, menuduh, dan menjatuhkan. Kepada siapa kita dapat percaya pun kita sudah tidak tahu lagi.

Lihatlah bagaimana generasi muda di Aceh yang menamakan diri mereka sebagai kelompok punk. Mereka mengemis dan mengamen sebagai ekspresi pemberontakan terhadap keadaan dan situasi yang sudah amat sangat tidak nyaman dan menyenangkan. Mereka harus menjalani kerasnya hidup di jalan dan membuat mereka pun semakin keras.

Lalu, mereka pun dianggap sebagai sampah yang mengganggu. Mereka telah dianggap telah merusak dan membuat banyak yang lain tidak nyaman. Merekaditangkap dengan cara yang sangat keras juga meskipun dengan alasan karena mereka telah mabuk dan melakukan perbuatan kriminal. Sehingga kemudian, kekerasan lawan kekerasanlah yang timbul. Apa yang menjadi tujuan bersama itu pun tidak tercapai, bahkan kenyamanan menjadi semakin terusik.

Di satu sisi, dapat dimengerti mengapa hingga ada kelompok punk ini di generasi muda. Mereka memang generasi yang tidak kenal apa dan siapa dirinya. Mereka tidak pernah diajarkan dan diberitahu serta dibiasakan hidup dengan kebanggaan pada diri sendiri. Kehebatan sejarah masa lalu yang seharusnya menjadi jati diri yang membangkitkan rasa percaya diri itu pun sirna begitu saja.

Bagi sebagian masyarakat, mengemis dan mengamen pun dianggap sesuatu yang sah dan wajar untuk dilakukan. Apalagi dalam situasi dan kondisi perekonomian yang carut marut seperti saat ini. Tidak ada juga yang memberikan bimbingan bahwa mengemis adalah perbuatan yang tidak baik dan sangat dibenci oleh Tuhan. Manusia sudah diberikan akal dan hati untuk berpikir dan “merasakan” sehingga seharusnya manusia dapat mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Mengemis hanya akan membuat mereka semakin tergantung dan menjadi lebih mudah dijajah serta dikuasai, meskipun memiliki alasan pemberontakan.

Begitu juga dengan mengamen di jalan-jalan. Mengapa tidak mengamen secara terhormat agar lebih dihormati dan dihargai? Kebebasan ekspresi itu pun akan menjadi lebih bisa bebas bila dilakukan dengan cara-cara yang terhormat. Pembatasan dan pelarangan kebebasan itu dapat diminimalisir dan jauh lebih bisa bermanfaat di dalam pencapaian tujuan.  Lagipula, apakah ada kebebasan yang tanpa batas kecuali sudah menjadi Tuhan?! Siapakah kita ini?!

Punk itu sendiri menjadi hebat karena memperjuangkan harga diri  dan pemberontakan yang dilakukan adalah untuk meraih kebebasan menjadi yang terhormat dan dihargai. Mengapa punk itu kemudian menjadi identik dengan pengemis dan pengamen? Di manakah harga diri yang diperjuangkan?  Apakah ada hasil dari pemberontakan yang dilakukan?

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com