Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cinta Kita, Punk, dan Aceh

Kompas.com - 15/12/2011, 13:46 WIB

Di sisi lain, mereka yang menangkapnya pun tidak mengerti apa dan bagaimana seharusnya semua masalah ini diatasi. Sama-sama tidak mencari akar dan inti, hanya berkutat pada permukaan saja. Apa yang dibutuhkan tidak diberikan, tetapi langsung saja divonis dan diberikan hukuman. Apakah akan ada perubahan bila demikian caranya?! Sudah terbukti, cara-cara militerisasi di dalam masyarakat tidak akan pernah membuat masyarakat merasa tenang dan nyaman karena militer tidak sama dengan masyarakat.

Mengapa tidak juga mau mengakui bahwa sebenarnya tidak tahu?! Mengapa terus saja bersikukuh?! Apa sebenarnya yang menjadi tujuan?! Benarkah untuk kepentingan bersama atau hanya untuk mendapatkan eksisetensi dan menunjukkan kekuasaan?! Apa yang sebenarnya diinginkan?! Haruskah ada pahlawan kesiangan yang akan muncul kembali setiap kali ada masalah yang timbul?! Siapa yang telah membuat kekacauan itu bula mau diakui secara jujur?!
Mengapa kita semua tidak juga mau belajar untuk mau menerima fakta dan kenyataan? Mengapa kita terus saja menolak dan melawan kebenaran itu dan terus saja memiliki dalih serta alasan untuk membenarkan diri?! Pemberontakan itu baru akan sukses bila dilakukan dengan akar yang kokoh dan kuat. Pemberontakan itu baru dapat dikatakan hebat bila seluruh ranting dan  dahannya mampu memberikan kenyamanan bagi semua. Tidak ada yang perlu dirugikan tetapi semua mendapatkan kemenangannya.

Mengapa tidak berontak menggunakan cara-cara Seudati seperti dulu? Bukankah orang Aceh mampu terbebas dari segala penjajahan dan bahkan menjadi sangat berjaya karena memiliki ilmu Seudati itu? Jika kemudian dilupakan, itu memang karena tidak disukai oleh siapapun yang ingin melumpuhkan, menduduki, dan menjajah Aceh. Jika kemudian orang Aceh sendiri melupakannya, itu karena memang berarti sudah dilumpuhkan, diduduki, dan dijajah. Kenapa semua itu diteruskan dan bahkan tidak mau juga diakui?!

Tuduhan bahwa orang lain atau bangsa lain kemudian menjadi sok tahu tentang apa dan siapa Aceh seharusnya tidak pernah ditudingkan. Ilmu pengetahuan yang sedemikian tinggi dan luar biasa milik Aceh itu memang sudah dicuri dan dipelajari oleh yang lain karena sangat hebat. Itulah juga yang digunakan untuk dapat melumpuhkan, menduduki, dan menjajah Aceh atau sebaliknya, untuk membantu mengembalikan Aceh kepada kejayaannya. Semua itu dapat terjadi karena orang Aceh sendiri sudah melupakan dan mengabaikannya. Orang Aceh terus saja tidak percaya diri dan merasa “miskin”, sementara kekayaan yang luar biasa itu, dianggap tidak pernah ada. Bahkan lebih bangga dan lebih bergaya dengan menggunakan budaya asing, seperti Punk. Disadari tidak disadari, diakui tidak diakui, begitulah fakta dan kenyataannya.

Tidak ada yang dapat melarang siapapun untuk menjadi apapun juga, namun sebaiknya diawali dari dasar yang kokoh dan kuat. Bila tidak memiliknya, maka akan sangat mudah diruntuhkan dan dijatuhkan begitu saja. Tidak ada yang bisa menjadi internasional bila secara nasional pun tidak memiliki identitas. Tidak ada yang bisa menjadi nasional bila kedaerahannya sendiri tidak menjadi sebuah jati diri. Kita memang sudah terlalu tinggi hati dan tidak memiliki keberanian untuk berproses. Selalu saja mau melompat jauh ke depan tetapi karena tidak menggunakan kaki-kaki yang kokoh dan kuat serta pemikiran yang lebih jauh lagi ke depan, maka semuanya menjadi sebuah kenihilan. Kalau memang sudah memiliki jati diri dan kepribadian yang kuat, silahkan saja mau jadi apapun juga. Siapa yang mampu mengoyaknya?!

Bila memang benar memiliki tujuan untuk menggapai dan mewujudkan cita-cita dan bersama, maka tidak ada cara lain yang dapat dilakukan selain dengan menyatukan diri dalam sebuah cinta. Bersetubuhlah kita bersama dan meluruhkan diri untuk menjadi satu yang kita sebut dengan bersama. Keindahan itu akan senantiasa terwujud bila didasari dari cinta kita bersama. Perbuatan yang baik itu pun dapat dilakukan dengan cara-cara yang benar sehingga hasilnya pun dapat dinikmati oleh kita bersama. Cinta adalah aspirasi yang mendorong terwujudnya keindahan karena cinta itu sendiri adalah keindahan.

Sekarang kita boleh gagal, tetapi kita dapat belajar dari kegagalan itu dengan merendahkan hati dan mensyukurinya. Jadikan masa lalu sebagai pijakan untuk melangkah ke depan karena kita tidak boleh mundur lagi ke belakang. Gairah itu akan senantiasa ada bila kita semua mau sama-sama berdamai dengan diri kita masing-masing. Kebahagiaan dan kemerdekaan yang hendak kita berikan kepada semua itu pun baru akan dapat diberikan bila diri kita sudah benar bahagia dan merdeka.  Cinta dapat mengalahkan segalanya.
Bagaimana dengan Aceh?! Masih adakah cinta untuk Aceh?!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com