JAKARTA, KOMPAS.com - Penegakan hukum di Papua selama ini dinilai sangat diskriminatif. Aparat penegak hukum di Papua hanya tegas kepada warga yang menuntut kemerdekaan. Namun, aparat menutut mata terhadap para pelaku korupsi.
Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal Presidium Dewan Pupua (PDP) Toha Al Hamid saat rapat dengar pendapat umum di Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (23/11/2011).
Hamid mengatakan, kepolisian hanya fokus memantau kegiatan warga Papua ketika menuntut hak yang selama ini terabaikan. Dikatakannya, hal itu terlihat dari dibentuknya unit khusus makar di Polda Papua.
"Tapi pertanyaan kita, ketika ada korupsi merajalela, semua bermain mata. Seolah-olah, Jakarta (pemerintah pusat) menggunakan korupsi sebagai alat integrasi. Enggak apa-apa kamu korupsi. Yang penting jangan berteriak merdeka. Sampai sekarang orang-orang yang korupsi di Papua bebas merdeka," ucapnya.
Hamid menambahkan, pemerintah selama ini salah memandang akar permasalahan di Papua. Pemerintah, kata dia, melihat akar masalah hanya tidak diberikannya hak-hak dasar. Solusi yang diambil memberi otonomi khusus (otsus).
Padahal, lanjut Hamid, masih ada akar masalah lain yang dikesampingkan pemerintah seperti pelanggaran hak asasi manusia yang tak pernah diselesaikan secara hukum serta status politik Papua.
"Otus tidak bisa menyelesaikan masalah di Papua karena tidak menjangkau masalah lain. Otsus hanya berkutan pada irisan hak-hak dasar," jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah pusat dan seluruh pemangku kepentingan di Papua perlu duduk bersama untuk menyatukan persepsi mengenai akar masalah di Papua. Setelah itu, kedua pihak membicarakan penyelesaian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.