JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan bebas terdakwa korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di sejumlah daerah, mencerminkan adanya masalah, baik dari sisi tuntutan maupun dari sisi vonisnya. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap jaksa penuntut dan hakim di pengadilan tersebut.
Hal itu dikemukakan Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Oce Madril, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (3/11/2011).
"Jangan biarkan putusan bebas terhadap terdakwa koruptor itu terus menular ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah-daerah lain," katanya.
Sebagaimana diberitakan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di beberapa daerah memberikan putusan bebas terhadap terdakwa korupsi belakangan ini. Terakhir, Pengadilan Tipikor Samarinda membebaskan anggota DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara, yang didakwa terlibat korupsi dana tunjangan operasional DPRD Kutai Kartanegara tahun 2005.
Oce Madril mengungkapkan, keputusan bebas terhadap sejumlah terdakwa koruptor itu memperlihatkan adanya masalah di Pengadilan Tipikor. Persoalan itu bisa mencakup kualitas dakwaan dari jaksa yang kurang meyakinkan, dan kualitas putusan oleh hakim yang dipertanyakan. Di luar itu, juga ada soal rekrutmen hakim dan pengawasan yang masih lemah.
"Rekruetmen hakim ad hoc khusus Tipikor belum menjamin adanya hakim-hakim yang punya integritas dan kualitas tinggi. Buktinya, salah satu hakim di Pengadilan Tipikor Bandung ternyata pernah menjadi terdakwa. Saat bersamaan, pengasawan Pengadilan Tipikor oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung (MA) juga masih belum maksimal," kata Oce.
Komisi Yudisial dan MA diminta untuk berinisiatif mengevaluasi kinerja para hakim di Pengadilan Tipikor. Jika ditemukan ada yang tidak profesional atau melakukan perbuatan tercela, hakim itu bisa dikenai sangsi, mulai dari tidak boleh memimpin sidang sampai dihentikan dari jabatannya. Tidak perlu menunggu lima tahun untuk mengevaluasi hakim-hakim itu.
"Evaluasi terhadap hakim-hakim itu harus dilakukan sekarang juga. Jangan tunda lagi," ucap Oce.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.