Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evaluasi Manajemen Freeport!

Kompas.com - 28/10/2011, 19:08 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta agar pemerintah segera mengevalusi sistem pengamanan di Papua. Hal tersebut disampaikan Koordinator Kontras Haris Azhar terkait adanya dana pengamanan dari PT Freeport untuk TNI-Polri yang bertugas di daerah tersebut.

"Pemerintah harus mengevaluasi sistem pengamanan di Papua, termasuk juga di manajemen PT Freeport itu sendiri. Adanya dana itu otomatis akan ada kesan kedekatan tertentu dalam tanda petik, antara polisi dan manajemen Freeport," ujar Haris di Jakarta, Jumat (28/10/2011).

Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo membenarkan bahwa anggota kepolisian di Papua memang menerima dana dari PT Freeport. Dana dari PT Freeport diterima sebagai uang saku tambahan karena situasi yang sulit di wilayah konflik tersebut.

Namun, berbeda dengan Kepala Polri, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan, tidak ada anggotanya yang menerima dana dari perusahaan tersebut. Menurut Haris, jika dana tersebut disebut sebagai upah dan tambahan karena kondisi daerah yang sulit, maka hal itu justru akan menimbulkan pertanyaan besar dari publik.

"Apakah negara ini tidak memberikan upah? Kalau dibilang tambahan, lalu remunerasi yang kemarin diberikan itu untuk apa? Kan seharusnya negara ketika memutuskan itu, konsekuensi rasionalnya adalah memberikan peralatan tambahan di sana," kata Haris.

Haris mengatakan, jika ingin kondisi di Papua tetap kondusif, maka kasus tersebut harus segera dituntaskan oleh pemerintah. Menurut Haris, saat ini sudah banyak argumentasi di kalangan karyawan PT Freeport terkait kasus tersebut.

"Ini karena ada uang dengan jumlah besar berkeliaran di manajemen Freeport ke aparat keamanan, sementara mereka (karyawan) sendiri meminta gaji sebesar 7,5 dollar AS saja susah. Negara juga tidak membela," tuturnya.

Haris menambahkan, banyaknya kasus yang terjadi antara PT Freeport dan masyarakat Papua juga perlu dijadikan pertimbangan dalam mengevaluasi perusahaan tersebut. Ia menilai, kredibilitas Polri dan TNI akan dipertaruhkan jika kasus pemberian dana tersebut tidak segera diselesaikan.

"Kalau misalnya TNI-Polri bilang operasional Freeport itu penting, kita lihat jumlah keuntungan dari perusahaan itu cuma 11 persen. Namun lihat juga kepentingan karyawan dan warga Papua di sana yang berjumlah sekitar 22.000 orang. Jadi, kalau cuma menyelamatkan 11 persen, tetapi rumah tangga 22.000 orang ini jadi rentan, kan akan menjadi tidak penting juga kalau polisi dan TNI terlalu membela Freeport. Di sinilah kredibiltas aparat kemanan kita dipertaruhkan," ungkap Haris.

Terungkapnya pemberian dana ini berawal ketika anggota Komisi I DPR Fraksi PKB, Lily Chadijah Wahid, mensinyalir Polri dan TNI mendapat kucuran dana senilai 14 juta dollar AS dari PT Freeport untuk mengamankan aset perusahaan asing tersebut. Lily menganggap adanya penerimaan dana tersebut mengakibatkan TNI-Polri tidak membela masyarakat Papua, tetapi bertindak keras terhadap mereka dan mendukung PT Freeport.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com