Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koruptor Kontemporer

Kompas.com - 26/09/2011, 01:58 WIB

Televisi tidak lagi menjadi ”sarana yang memediasi informasi”. Ia tidak hadir di antara peristiwa dan publik penunggu informasi, tetapi ada dalam peristiwa wacana sebagai medan sekaligus pelibat.

Itu sebabnya kita bisa saksikan betapa televisi menyibukkan diri dengan acara bincang-bincang dengan berbagai diskusi yang dikemas sedemikian rupa: mulai dari yang ”bodoris” sampai yang ”seolah-olah kritis”. Para penonton diajak terlibat secara langsung dalam perbincangan yang ”seolah-olah” faktual.

Posisi itu terutama diambil oleh televisi yang berpihak kepada industri. Dalam posisi ini, televisi tidak perlu melakukan investigasi yang berdarah-darah demi menghadirkan informasi faktual. Alih-alih mengejar hingga ke hulu sumber, televisi justru menjadi muara bagi arus informasi demikian.

Jurnalis kini tidak lagi menjadi pemburu berita, tetapi malah ”diburu”. Pada puncaknya, televisi menjadikan dirinya sebagai ”pengintip” peristiwa sebelum kemudian ”masuk ke dalam peristiwa itu” dan bersama-sama menghadirkan diri sebagai obyek yang menarik ditonton.

Berbarengan dengan perebutan posisi itu oleh televisi, penjahat pun merangsek ke pusat wacana dan tampak dominan. Namun, saya pikir, untuk mendapatkan posisi ini penjahat tidak sendirian. Penjahat kelas kakap macam Nazaruddin atau mereka yang selevel menteri pastilah memiliki ”perangkat lengkap” yang menjadi zirah sekaligus tombak untuk menyerang.

Beranalogi pada perkembangan kebudayaan, para penjahat yang masuk ke pusat perbincangan sedemikian rupa adalah penjahat kontemporer yang memiliki pengetahuan memadai untuk dapat membaca berbagai kecenderungan zaman. Kejahatan yang canggih adalah kejahatan yang mampu menjadi ”penunggang gelap” tren kebudayaan sehingga ia mampu berkamuflase.

Kecenderungan kebudayaan kontemporer adalah pergerakan terus-menerus ke arah leburnya batas-batas, runtuhnya definisi, dan totalitas permainan tanda nyaris dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam situasi ”segala bisa menjadi segala” inilah penjahat memiliki ruang terbuka untuk ”mencuci dirinya dalam bahasa” sehingga ia, misalnya, tercitrakan sebagai kambing hitam, korban, pion dalam permainan politik, dan seterusnya.

Penjahat kontemporer

Perilaku bungkam dan ungkapan tidak tahu adalah dua contoh model kontemporer yang digunakan. Cara ini diketahui telah muncul sejak lama.

Pada masa perang kemerdekaan, bungkam dan berkata tidak tahu dipilih para pejuang ketika mereka tertangkap musuh. Cara ini juga dipilih para kriminal tertentu pada masa lalu. Baik pejuang kemerdekaan maupun kriminal memilih cara ini dengan gagah berani karena konsekuensi memilihnya adalah menerima penyiksaan luar biasa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com