Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pejabat Menjadi Abdi Dalem

Kompas.com - 21/09/2011, 03:44 WIB

”Jalan jongkok saja saya belum bisa, sekarang malah langsung praktik,” kata mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji di sela prosesi wisuda abdi dalem.

Setelah tak menjabat sebagai Jaksa Agung, Hendarman merasa terpanggil untuk menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta. Keinginan ini diperkuat dengan sejarah hidupnya di Yogyakarta. Enam tahun ia menjalani sekolah dasar di Yogyakarta dan dua tahun pernah menjabat sebagai Jaksa Tinggi.

”Di sini saya mendapat berkah. Setelah jadi Jaksa Tinggi selama dua tahun di Yogya, karier saya langsung melesat mulai dari menjabat Jaksa Muda Pidana Khusus, Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hingga Jaksa Agung. Sekarang, meski tak lagi menjadi pejabat, saya tetap harus mengabdi, memelihara nilai-nilai luhur dan belajar nrimo dengan menjadi abdi dalem,” paparnya.

Mengabdi: melayani

Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto, mengaku baru berani mendaftar sebagai abdi dalem setelah hampir 10 tahun melayani masyarakat Yogyakarta. Ketertarikan dirinya menjadi abdi dalem terinspirasi dari visi Sultan Hamengku Buwono IX, ”Takhta untuk Rakyat”.

”Simbolisasi keraton tertanam pada visi Sultan HB IX itu, di mana pemimpin bukan meminta tapi memberi. Seorang penguasa harus menjadi pelayan rakyat dan bukan sekadar penguasa. Keraton menjadi simbol manunggaling kawulo Gusti,” kata Herry.

Pejabat yang baru saja terpilih sebagai Bupati Sleman, Sri Purnomo, merasa berkewajiban memelihara sejarah serta nilai-nilai luhur keraton. Karena itulah, ia memutuskan diri untuk mendaftar sebagai abdi dalem tiga bulan lalu. Hal serupa juga dilakukan Bupati Sleman Sri Surya Widati.

Dalam wisuda abdi dalem ini, para pejabat mendapat pangkat Bupati Sepuh dari Sultan Hamengku Buwono X. Karena telah masuk dalam jajaran abdi dalem, Hendarman Supanji mendapat gelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Panjiwiduro, kemudian Herry mendapat gelar KRT Wasesadipraja, Sri Purnomo mendapat gelar Kanjeng Mas Tumenggung Purnamapradipta, dan Bupati Bantul Sri Surya Widati bergelar Nyai KRT Suryawati.

Panghageng Kawedanan Hageng Panitropuro Keraton Ngayogyakarta Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Joyohadikusumo mengatakan, menjadi abdi dalem berarti menjadi abdi kebudayaan Keraton Yogyakarta. ”Abdi dalem sanes (bukan) batur (pembantu) Sultan, tetapi abdi kebudayaan Keraton Yogyakarta. Abdi dalem harus mengetahui jati diri priayi Ngayogyakarta,” ucapnya.

Menurut Joyo, di lingkungan abdi dalem Keraton Yogyakarta terdapat macam-macam kalangan masyarakat, mulai dari profesor, doktor, pejabat, hingga rakyat biasa. Meski demikian, tidak ada istilah atasan atau bawahan di dalamnya.

Untuk menghilangkan kesenjangan, di keraton digunakan bahasa Bagongan, yaitu perpaduan bahasa kromo (bahasa halus) dan ngoko (bahasa kasar). Bahasa ini tidak membedakan atasan atau bawahan, semuanya sama, mulai dari status Pangeran hingga abdi dalem terendah. Selain kepada Sultan, semua kalangan keraton berdialog menggunakan bahasa ini. Justru di sini abdi dalem dari berbagai kalangan saling memperlakukan dan diperlakukan sejajar, termasuk para pejabat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com