Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dadong: Fee 10 Persen Urusan I Nyoman

Kompas.com - 14/09/2011, 21:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dadong Irbarelawan mengaku dirinya tidak mengetahui siapa saja yang menerima fee 10 persen dalam kasus yang menjeratnya. Menurut Dadong, dalam kasus tersebut ia hanya menjalankan perintah atasannya yang juga menjadi tersangka kasus itu yakni, I Nyoman Suisanaya.

"Saya tidak tahu itu (fee 10 persen). Itu nanti urusannya Pak Nyoman. Saya hanya staf yang melaksanakan tugas," ujar Dadong seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/9/2011) malam. Dadong hari ini diperiksa oleh KPK terkait kasus dugaan suap yang disebut melibatkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar tersebut.

Lebih kurang tujuh setengah jam dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.30 WIB, Dadong diperiksa oleh penyidik KPK. Dalam pemeriksaan tersebut, ia mengaku dicecar 25 pertanyaan oleh penyidik KPK. Salah satunya terkait fee 10 persen tersebut.

"Itu (fee 10 persen) juga dipertanyakan. Yang jelas begini, saya kan hanya pejabat eselon III, tentunya saya harus loyal kepada pimpinan, terutama melaksanakan tugas yang berkaitan dengan Pak Nyoman sebagai atasan saya. Saya melakukan apapun itu atas dasar perintahnya," jelas Dadong.

Sementara itu, Syafri Noer, kuasa hukum Dadong, menjelaskan fee 10 persen tersebut terjadi karena sebelumnya ada komitmen antara Sindu Malik dan Dharnawati yang sepakat dari 10 persen tersebut harus dibayar 5 persen di awal terlebih dahulu. Namun, karena terdapat perselisihan antara kedua orang itu, Dharnawati lantas mempercayakan penyerahan fee itu kepada I Nyoman melalui Dadong.

"Ini waktu timnya Sindu Malik, Acoz kemudian Ali Mudhori mendesak agar uang dicairkan. Mereka sudah membawa copy daripada PMK (Peraturan Menteri Keuangan) itu dan sudah ditandatangani Menteri Keuangan tapi belum di nomer suratnya," jelas Noer.

Sebelumnya, Dharnawati melalui kuasa hukumnya Farhat Abbas mengatakan bahwa dia dimintai fee sebesar 10 persen oleh Dadong dan Sekretaris Dirjen di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT), I Nyoman Suisnaya, untuk mendapatkan proyek pada program PPIDT.

Dharnawati, Dadong, dan Nyoman, tertangkap tangan dengan alat bukti uang Rp 1,5 miliar. Saat ditanya apakah fee 10 persen itu diambil dari nilai proyek PPIDT yang totalnya Rp 500 miliar, Farhat mengaku belum tahu. Dia hanya menegaskan bahwa kliennya belum mendapatkan proyek.

"Proyeknya kan terbagi-bagi, belum tentu yang itu (PPIDT). Ini kan proyeknya belum ada," ungkapnya. "Yang jelas, Bu Dharnawati adalah korban. Dia belum pernah jadi rekanan, belum pernah dapat proyek," kata Farhat.

Seperti diberitakan, ketiga tersangka yakni Dharnawati, Dadong, dan Nyoman, tertangkap tangan dua pekan lalu dengan alat bukti uang Rp 1,5 miliar yang disimpan dalam kardus durian. Uang disita dari kantor Dadong di gedung Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans. Ketiganya disangka melakukan percobaan penyuapan untuk Menteri Muhaimin Iskandar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com