JAKARTA, KOMPAS.com —Tersangka kasus korupsi penyewaan pesawat PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, meminta agar Kejaksaan Agung berlaku adil dan mempertimbangkan seluruh fakta hukum yang ada.
”Saya yakin mayoritas jaksa profesional yang memiliki hati nurani menilai bahwa kasus ini perdata murni. Karena itu, kami memohon kesempatan untuk memberi penjelasan kepada semua tim penyidik karena pemeriksaan sebelumnya hanya satu kali dan tidak dalam,” kata Hotasi, Selasa (13/9/2011), di Jakarta, menanggapi langkah cegah tangkal yang dikeluarkan kejaksaan terhadap dirinya.
Kejaksaan Agung mencegah Hotasi Nababan, tersangka kasus korupsi penyewaan pesawat PT Merpati Nusantara Airlines, pergi ke luar negeri hingga enam bulan ke depan. Pencegahan dilakukan untuk memudahkan proses penyidikan.
”Jamintel sudah menandatangani surat cekal atas nama tersangka HN,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Noor Rachmad. Sesuai surat cekal bernomor 233/D/DSP.3/09/2011 tanggal 12 September 2011 tersebut, Hotasi dicegah selama enam bulan.
Menurut Noor, pencekalan dilakukan untuk memudahkan proses penyidikan. ”Agar proses penyidikan tidak terhambat,” kata Noor.
Kejagung sejauh ini telah menetapkan dua tersangka dalam kasus Merpati, yakni mantan Dirut Merpati Hotasi Nababan dan mantan Direktur Keuangan Merpati Guntur Aradea. Kejagung baru mencekal Hotasi, sementara Guntur belum.
Kasus ini bermula saat Merpati pada tahun 2006 berencana menyewa dua pesawat Boeing 737 dari Thirstone Aircraft Leasing Group (TALG), perusahaan Amerika Serikat, senilai 1 juta dollar AS. Saat itu Dirut Merpati dijabat oleh Hotasi Nababan dan Direktur Keuangan oleh Guntur Aradea. Sesuai kontrak, TALG akan menyerahkan dua pesawat tersebut kepada Merpati pada awal 2007.
Namun, ternyata pesawat tidak juga dikirim, sementara uang sewa sudah dibayar oleh Merpati. Tim penyidik Kejagung menilai terdapat indikasi pidana korupsi dalam perkara ini. Pasalnya, ditemukan bukti adanya upaya melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, serta merugikan keuangan negara.
Penyidik menemukan fakta penyewaan pesawat dilakukan tanpa meminta persetujuan pemegang saham. Selain itu, manajemen Merpati yang lama dinilai kurang prudent karena tim penyidik menemukan bukti bahwa pesawat yang akan disewa Merpati ternyata telah disewakan terlebih dahulu ke pihak lain.
Hotasi mengatakan, perkara ini seharusnya digolongkan sebagai perkara perdata, yakni wanprestasi oleh TALG yang tidak mampu memenuhi kontrak penyerahan pesawat kepada Merpati.
Pihak Merpati pun, kata Hotasi, sudah mengajukan gugatan hukum kepada pihak TALG melalui Pengadilan Distrik Washington DC Amerika Serikat. Hasilnya, Merpati dimenangkan dan TALG wajib mengembalikan uang milik Merpati. Sejauh ini TALG baru membayar ganti rugi sebesar 4.794 dollar AS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.