JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Effendi Ghazali, menilai, langkah ketua umum sekaligus pendiri ormas masyarakat Nasional Demokrat (Nasdem), Surya Paloh, mundur dari Partai Golkar adalah langkah yang tepat. Surya Paloh, Rabu (7/9/2011), secara resmi telah mengumumkan pengunduran dirinya sebagai anggota Partai Golkar.
"Hal itu (pengunduran diri Surya Paloh) sekadar menunjukan kalau dia (Paloh) memang jantan. Jadi, harus begitu. Harus menunjukan secara jelas kelamin dari Nasdem itu. Jadi, ketika ada ancaman dari Golkar mengenai kader-kadernya dan dia meresponsnya dengan keluar dari Golkar itu bagus," ujar Effendi kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Partai Golkar beberapa waktu lalu memberikan ultimatum bagi kader-kadernya yang masuk ke dalam beberapa organisasi masyarakat. Tekad Golkar untuk menertibkan kader-kadernya tersebut semakin bulat setelah Partai Nasdem dideklarasikan pada Selasa (26/7/2011) di Jakarta.
Pengunduran diri Surya Paloh dari Partai Golkar termasuk salah satu upaya untuk menjawab berbagai polemik mengenai status dirinya sebagai Ketum Nasdem yang dipertanyakan Partai Golkar.
"Jadi, dalam pesan yang dia sampaikan saat ingin keluar itu, bisa jadi memang karena ia ingin merestorasi melalui Nasdem, bukan dengan Golkar. Nah, sekarang bagaimana tinggal Golkar menjawab pesan itu," kata Effendi.
Ketika ditanya apakah pengunduran diri Surya Paloh dapat merugikan Partai Golkar, Effendi enggan berkomentar lebih jauh. Menurutnya, berbagai perubahan bagi partai politik akan terus terjadi menyambut pemilihan umum 2014 mendatang.
"Pertanyaan paling penting sekarang adalah bagaimana Partai Golkar menilai pernyataan dia. Karena dalam komunikasi politik itu, orang kelihatan hebat atau tidaknya tergantung lawannya juga. Kalau lawannya semakin turun, orang yang bersangkutan akan dapat menjadi hebat," kata Effendi.
Seperti diberitakan, Surya Paloh mengatakan, salah satu pertimbangan pengunduran dirinya adalah karena ia menilai Partai Golkar tidak mampu berinteraksi dengan satu keinginan yang timbul dalam masyarakat. Hal itu, kata Paloh, dapat dilihat dari angka pemilih Partai Golkar pada Pemilihan Umum, dari 24 persen pada 1999 menurun hingga 14 persen di Pemilu terakhir pada 2009.
Paloh memutuskan keluar dari Golkar setelah mendirikan organisasi massa Nasdem. Ia membaktikan diri di partai beringin selama 43 tahun. Mantan Ketua Dewan Pembina Golkar itu bergabung dengan Golkar sejak Pemilu 1971 ketika masih berusia 19 tahun. Ketika itu dia dicalonkan menjadi anggota DPRD Kotamadya Medan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.