JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung mengajak semua pihak mendorong kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke depan daripada meragukannya. Menurut Pramono, keberadaan KPK masih diperlukan sebagai lembaga extraordinary dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Saya termasuk yang mendorong KPK. Karena yang namanya korupsi kita ini sudah imun. Jadi, diperlukan lembaga yang extraordinary, salah satunya adalah KPK. Kan terbukti, mau Lebaran aja KPK masih nangkap orang, dan itu menunjukkan mereka sungguh-sungguh," ungkapnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (26/8/2011).
Pramono mendorong agar KPK tak hanya berhenti menuntaskan kasus ini pada aktor-aktor yang kecil saja. Pasalnya, lanjut politisi PDI-P ini, gejala proses hukum tak mengarah pada penuntasan kasus hingga akhir yang memuaskan publik.
"Padahal, dengan angka yang cukup besar, katakanlah proyeknya hampir Rp 500 miliar, kemudian, yang tertangkap tangan Rp 1,5 miliar, dari jumlah yang saya yakin, hitungannya gampang aja, kalau proyeknya Rp 500 miliar, minimal (fee-nya) itu 5 persen lho," tambahnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, KPK harus terus menelusuri pihak-pihak yang menerima uang pelicin 5 persen.
Seperti diberitakan, KPK, Kamis (25/8/2011), menangkap dua pejabat Kemnakertrans, yaitu Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Dadong Irbarelawan serta Sekretaris Dirjen di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemnakertrans I Nyoman Suisanaya. Selain dua orang pejabat tersebut, KPK juga menangkap satu pengusaha bernama Dharnawati yang diduga sebagai pemberi suap.
KPK menyita Rp 1,5 miliar yang diduga sebagai uang suap. Diduga, uang itu merupakan fee karena perusahaan yang diwakili Dharnawati akan menjadi pelaksana proyek pembangunan infrastruktur di Kemnakertrans. Nilai proyek tersebut Rp 500 miliar. Merujuk Pramono, besaran uang pelicin diperkirakan Rp 25 miliar.
Di bagian lain, Pramono meminta Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan para dirjen harus terbuka mendukung kinerja KPK. "Jadi, jangan kemudian seperti kasus Sesmenpora hanya berhenti pada pemain kecil, kasihanlah. Yang nerima lebih besar enggak disentuh," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.