JAKARTA, KOMPAS.com — Penangkapan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin di Cartagena, Kolombia, layak diapresiasi. Namun, di sisi lain, penangkapan buron tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games tersebut dikhawatirkan juga menjadi akhir berita soal pengungkapan modus korupsi.
Peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Uchok Sky K, menduga, kasus yang menyasar Nazaruddin dan sebenarnya berpotensi membelit sejumlah pihak itu kemungkinan tidak akan menyebar kepada elite politik lain. Kasus Nazaruddin akan diisolasi karena semua "cerita" akan dikontrol oleh pemegang kekuasaan.
"Ini termasuk tekanan politik kepada Nazaruddin agar dia jangan banyak bicara kepada publik," ujarUchok, Selasa (9/8/2011).
Menurut Uchok, Nazaruddin banyak melihat bukti mengenai modus dan pola korupsi. Namun, bukti itu bisa jadi sangat minim. Misalnya, bisa jadi bukti yang lebih sahih dipegang oleh bekas stafnya dan Nazaruddin pun akan kesulitan mendapatkannya.
Nazaruddin menjadi tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet untuk SEA Games. Namun, ia telanjur pergi ke Singapura pada 23 Mei 2011 sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka. Nazaruddin ditangkap di Cartagena, Kolombia, pada Minggu malam.
Penangkapan itu merupakan hasil kerja sama Interpol, KPK, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Hukum dan HAM. Nazaruddin dikabarkan sempat singgah di beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja.
Dari lokasi persembunyiannya, Nazaruddin mencuatkan soal pembagian uang hasil proyek pembangunan wisma atlet yang antara lain melibatkan anggota DPR dari Partai Demokrat. Nazaruddin juga menguak kembali kasus politik uang yang terjadi dalam Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung dan proyek pusat olahraga di Hambalang dengan tudingan mengarah pada Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Penanganan kasus suap wisma atlet oleh KPK pun disebut Nazaruddin telah diintervensi oleh kekuatan politik dengan kompensasi Wakil Ketua KPK Chandra Marta Hamzah dan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja akan dijadikan sebagai pimpinan KPK periode mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.