Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi Etik yang Harus Membuktikan

Kompas.com - 27/07/2011, 16:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Etik yang dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus membuktikan benar atau tidak pernyataan M Nazaruddin terkait dugaan keterlibatan pimpinan KPK dalam kasus wisma atlet SEA Games 2011.

"Nazaruddin seharusnya tidak dibebani untuk membuktikan. Tapi Komite Etik yang harus membuktikan pernyataan itu benar atau tidak. Kalau meminta Nazaruddin untuk membuktikan, itu kekonyolan," kata Ahmad Rifai, praktisi hukum di Jakarta, Rabu (27/7/2011).

KPK membentuk Komisi Etik untuk memeriksa dua pimpinannya, yakni Chandra M Hamzah dan M Jasin, serta Deputi Bidang Penindakan Ade Rahardja, yang dituding tersangkut kasus proyek wisma atlet.

Anggota Komisi Etik terdiri dari Busyro Muqoddas, Bibit S Riyanto, Haryono Umar, dan dua penasihat KPK, yakni Abdullah Hehamahua dan Said Abidin. Anggota dari unsur masyarakat adalah Guru Besar Universitas Indonesia Prof Marjono Reksodiputro dan mantan pimpinan KPK, Sjahruddin Rasul. Komisi Etik diketuai oleh Abdullah Hehamahua.

Rifai mengatakan, Komisi Etik harus mengusut tuntas tudingan tentang pertemuan-pertemuan antara pimpinan KPK dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, termasuk kedatangan Chandra ke rumah Nazaruddin. Tudingan itu berkali-kali disampaikan Nazaruddin dari tempat persembunyiannya.

Jika pertemuan itu benar adanya, kata Rifai, Komisi Etik harus memeriksa ke seluruh pimpinan apakah pertemuan itu dilaporkan ke pimpinan lain. Pasalnya, berdasarkan keputusan pimpinan KPK Nomor 6/P.KPK/ 02/2004 tentang Kode Etik, rencana pertemuan dan yang telah dilakukan harus dilaporkan ke pimpinan lain.

"Harus dirunut secara utuh bagaimana pertemuan itu. Apakah pertemuan itu dilaporkan ke pimpinan lain. Kalau baru sekarang baru dibilang, itu sudah pelanggaran kode etik," kata mantan pengacara Bibit dan Chandra itu.

Rifai mengemukakan, para pimpinan KPK seharusnya bisa belajar dengan kasus kriminalisasi Bibit-Chandra. Mereka seharusnya bisa lebih berhati-hati dalam bertindak. "Ini semua untuk menjaga kredibilitas KPK," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

    Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

    Nasional
    Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

    Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

    Nasional
    Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

    Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

    Nasional
    Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

    Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

    Nasional
    Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

    Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

    Nasional
    Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

    Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

    Nasional
    Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

    Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

    Nasional
    Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

    Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

    [POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

    Nasional
    Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

    Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

    Nasional
    Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

    Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

    Nasional
    Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

    Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

    Nasional
    4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

    4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

    Nasional
    Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

    Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com