Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Publikasi Karya Belum Mengakar

Kompas.com - 21/07/2011, 12:44 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Tradisi publikasi karya ilmiah atau penelitian di Indonesia belum terbentuk dan mengakar dengan baik sehingga produk tersebut tidak terakses secara luas, kata peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Etty Indriati.

"Ilmuwan atau peneliti adalah produsen ilmu pengetahuan. Tanpa publikasi, produk tersebut tidak terdokumentasi dan tidak dikenal secara internasional," katanya pada lokakarya "Penulisan Paper Jurnal Internasional" di Yogyakarta, Rabu (20/7/2011).

Menurut dia, hal itu merupakan tantangan bagi para peneliti di Indonesia agar karya mereka bisa terpublikasi dan mengakar dengan baik.

"Untuk mencapai posisi atau pengakuan internasional, banyak cara yang bisa ditempuh, di antaranya perlu bekerja keras menulis proposal penelitian, melamar dana penelitian, melakukan penelitian, dan memublikasikannya di jurnal internasional," katanya.

Ia mengatakan, kerja sama dengan posisi sejajar dengan ilmuwan sebidang di luar negeri dan mempresentasikan hasil riset di seminar internasional perhimpunan kepakaran sebidang juga perlu dilakukan. "Berusaha menjadi penulis pertama di jurnal internasional bisa menjadi jalan posisi kita diakui di dunia internasional," kata Kepala Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi Fakultas Kedokteran UGM itu.

Dosen Jurusan Kimia Fakultas MIPA UGM, Mudasir, mengatakan, kontribusi peneliti Indonesia di kancah internasional masih rendah.

"Data dari Scientific American Survey (1994) menyebutkan kontribusi tahunan ilmuwan dan peneliti Indonesia pada pengetahuan, sains, dan teknologi hanya 0,012 persen," katanya.

Menurut dia, angka itu jauh lebih rendah dibandingkan kontribusi Singapura yang mencapai 0,179 persen. "Angka itu sangat tidak signifikan dibandingkan sumbangan ilmuwan Amerika Serikat yang mencapai lebih dari 20 persen," katanya.

Ia mengatakan, meskipun minat menulis artikel ilmiah masih rendah, budaya menulis harus terus ditumbuhkan dan dikembangkan.

"Banyak alasan budaya menulis harus ditumbuhkan dan dikembangkan, di antaranya mendorong seseorang bekerja lebih keras untuk memperoleh hasil yang baik, sekaligus membantu merumuskan hasil penelitian yang sedang dikerjakan dan merencanakan langkah selanjutnya dari penelitian tersebut," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com