Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Borok Itu Kian Mengapung

Kompas.com - 09/07/2011, 03:42 WIB

Di kedai kopi-kedai kopi sekarang di seluruh Tanah Air, Anda jangan terkejut jika mendengar ucapan ini, ”Indonesia punya presiden, punya gubernur, punya bupati/wali kota, tetapi tidak punya pemimpin.” Seorang pemimpin sejati adalah pribadi yang berani dan tegar untuk mengambil keputusan tepat, jika perlu dengan mengorbankan dirinya, demi kepentingan lebih besar. Sosok semacam itu sedang absen di republik ini.

Perintah-perintah presiden memang berhamburan, tetapi hampir kosong dalam pelaksanaan. Para pembantunya berbakat pula untuk mengikuti gaya bosnya yang membosankan itu.

Sebuah rezim yang keberadaannya lebih bertumpu pada citra, bukan pada perbuatan, lama-lama pasti menjadi pepes kosong yang tak ada harganya.

Borok demi borok

Rezim ini sudah sejak awal sarat dililit oleh berbagai borok: skandal Bank Century dan kriminalisasi Antasari, Bibit- Chandra, serta Susno Duadji. Satu borok dicoba ditutup, borok yang lain mencuat. Panorama ini belum akan berakhir sampai terciptanya sebuah perubahan yang mendasar. Kini muncul pula kasus Muhammad Nazaruddin yang sangat memalukan kita semua. Perkara ada pihak yang ingin menyalip di tikungan jalan untuk kepentingan politik pragmatisme partai tertentu mungkin saja berlaku.

Secara de facto, ikatan koalisi kepartaian yang sering dibanggakan itu kini tinggal nama. Elite politik kini dalam situasi saling mengintai. Bukankah bumi Nusantara kini lebih banyak dihuni oleh petualang politik ketimbang sosok negarawan? Kemudian tengok pula peta buram ini: para elite Partai Demokrat kini sedang saling menelanjangi di depan publik dalam membongkar borok teman masing-masing. Dalam pada itu, buron Nazaruddin terus saja berkicau dari tempat persembunyian, entah di mana, untuk memperkeruh situasi yang memang sudah keruh.

Oleh sebab itu, kesimpulan saya adalah akan jadi sebuah kesia-siaan jika orang masih saja berharap untuk membangun bangsa sebesar Indonesia ini dari seseorang yang gagal membereskan rumah tangga partainya sendiri. Ini adalah hukum besi sejarah yang tak dapat ditawar. Titik!

Bagi saya, jika perubahan memang harus terjadi dan tak terelakkan, semuanya harus dilakukan melalui cara-cara damai dan konstitusional. Akal sehat dan hati nurani harus memandu perubahan itu. Jangan bertindak di luar koridor itu. Bangsa yang sudah terlalu lama menderita ini jangan dikorbankan lagi.

Dalam perbincangan saya dengan berbagai kalangan elite atau rakyat jelata sejak dua tahun lalu, ungkapan kegelisahan masif itu tak dapat ditutupi lagi. Pertumbuhan ekonomi yang dibanggakan itu tetap saja berputar untuk kepentingan sekitar 20 persen rakyat Indonesia yang bertengger di puncak piramida kekuasaan dan ekonomi. Sisanya, yang 80 persen, tetap saja dihantui oleh beban kesulitan hidup yang belum banyak berubah.

Banyak kalangan bertanya kepada tokoh lintas agama, mengapa kondisi bangsa dan negara ini belum juga memberi harapan untuk masa depan kita semua. Saya menjawab, ”Apalah yang dapat dilakukan oleh tokoh lintas agama selain imbauan moral?” Itu pun tidak jarang dikategorikan sebagai gerakan politik kekuasaan oleh oknum penguasa. Jadi, serba dilematis. Jika bersuara agak lantang, dituduh macam-macam. Jika tidak bersuara, publik terus saja bertanya. Dengan kata lain, masyarakat luas telah kehabisan kosakata untuk mengalamatkan pertanyaan kepada pemerintah yang dinilai tidak mampu memberi jawaban.

Akhirnya, jika segala borok politik, hukum, dan ekonomi yang sedang mendera sekujur batang tubuh bangsa ini tidak juga cepat menemukan jalan keluar, maka yang akan terjadi adalah proses pembusukan dalam cara kita berbangsa dan bernegara. Saya hanya ingin bertanya, apakah para elite bangsa ini tidak mau membaca arus bawah masyarakat luas yang semakin gelisah ini.

Semakin borok-borok itu mengapung, volume kegelisahan itu semakin sulit dibendung. Kepada siapa lagi kita harus bertanya? Semuanya membisu atau menjawab dengan nada yang tak meyakinkan. Namun, Indonesia kita tidak boleh tiarap dalam upaya mencari solusi terhadap beragam masalah yang sedang melintas di depan mata, bukan?

AHMAD SYAFII MAARIF Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com