Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imam Terima Uang Tanpa Tahu Judulnya

Kompas.com - 03/07/2011, 18:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Imam Supriyanto, mantan pengurus Yayasan Pesantren Indonesia (YPI), mengaku menerima uang Rp 3,5 juta yang disampaikan mantan bawahannya, Musli Faiz. Namun, Imam mengira bahwa uang itu merupakan uang investasinya yang dikembalikan oleh Panji Gumilang, pimpinan YPI yang menjadi tersangka dugaan pemalsuan dokumen terkait keputusan penonaktifan Imam dari kepengurusan yayasan tersebut.

Menurutnya, uang itu bukan kompensasi yang diberikan yayasan kepada Imam karena dia bersedia menandatangani notulen berisi keputusan penonaktifan dirinya dari keanggotaan dewan pembina yayasan. "Saya terima uang Rp 3,5 juta, enggak tahu judulnya apa. Saya punya tabungan urunan bikin organisasi di sana. Ada uang Rp 3,5 juta di organisasi sapi perah. Ketuanya Pak Panji. Saya pikir uangnya dikasih karena enggak jalan organisasinya. Yang ngasih (uang) juga enggak bilang apa-apa," tutur Imam saat dihubungi pada Minggu (3/7/2011).

Imam juga menegaskan bahwa dia tidak pernah menandatangani notulensi rapat yang berisi keputusan untuk menonaktifkan dia. Imam juga tidak pernah menerima dokumen notulensi itu dari Musli selaku pengantar uang. "Kalau saya sudah tanda tangan, hasil Puslabfor Polri tidak begitu. Itu dugaan kuat pemalsuan tanda tangan dan terus saya dianggap menghadiri rapat, padahal saya pada tanggal 2 Januari itu ada di Jakarta," katanya.

Sebelumnya, Panji Gumilang melalui kuasa hukumnya, Ali Tanjung, mengungkapkan bahwa berdasarkan keterangan Musli, Imam menerima Rp 3,5 juta sebagai uang terima kasih dari yayasan karena mantan Menteri Peningkatan Produksi NII KW9 itu bersedia keluar dari kepengurusan yayasan.

Ali juga mengatakan, Imamlah yang menandatangani dokumen penonaktifan dirinya setelah menerima uang. Ali lantas membantah tuduhan yang mengatakan bahwa kliennya memalsukan tanda tangan Imam atau menyuruh orang memalsukan tanda tangan Imam. Karena tanda tangan yang diduga dipalsukan itulah, nama Imam dicoret dari kepengurusan YPI pada Februari 2011. "Lagi pula menurut undang-undangnya, dewan pembina tidak terima gaji," kata Imam.

Menurut Imam, saat dia bertemu Musli yang mengantarkan uang antara November dan Desember 2010, Musli tidak membawa dokumen notulensi berisi penonaktifan Imam. Musli, kata Imam, tidak pernah memintanya menandatangani dokumen tersebut. "Enggak ada. Saya enggak tanda tangani. Enggak ada dokumen notulensi rapat yang diantarkan. Ada saksinya, dari Ketua Aliansi Wartawan Indonesia, namanya Mustofa," ucap Imam.

Adapun Panji Gumilang merupakan tersangka dugaan pemalsuan dokumen otentik kepengurusan YPI. Dia diduga memalsukan tanda tangan Imam selaku anak buahnya di YPI dalam dokumen notulensi rapat yang berisi persetujuan untuk menonaktifkan Imam. Akibatnya, nama Imam dicoret dari keanggotaan dewan pembina YPI dan berhenti dari kepengurusan YPI sejak Februari 2011.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com