Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro-kontra Keberadaan BPJS

Kompas.com - 27/06/2011, 02:15 WIB

Masalah pendanaan program jaminan sosial merupakan bagian krusial. Perhitungan pembiayaan sangat bergantung pada cakupan jaminan dan sasaran penerima jaminan. Menurut perhitungan Menteri Keuangan, jika pemerintah membayar premi kesehatan untuk 20 juta penduduk, biayanya bisa 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Angka estimasi tersebut terlalu tinggi dan berbeda dengan estimasi oleh Kementerian Keuangan sendiri yang menggunakan jasa konsultan dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Disebutkan, biaya premi untuk program kesehatan adalah 1,15 persen dan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak sampai 0,5 persen dari PDB.

Pentingnya SJSN dan BPJS

Apa esensi UU SJSN? Undang-undang ini mengatur program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan hari tua termasuk pensiun, dan jaminan kematian yang lebih adil dan merata bagi rakyat.

Ada empat esensi pokok UU SJSN. Pertama, SJSN merupakan upaya membuat platform yang sama bagi pegawai negeri, pegawai swasta, dan pekerja di sektor informal dalam menghadapi risiko sosial ekonomi masa depan.

Kedua, mengubah status badan hukum badan penyelenggara yang ada sekarang—PT Taspen, PT Asabari, PT Askes, dan PT Jamsostek—menjadi BPJS yang tidak bertujuan mencari laba untuk kas negara. Bukan berarti BPJS akan merugi, tetapi semua nilai tambah (surplus, yang selama ini disebut laba) harus dikembalikan kepada peserta, bukan kepada pemegang saham (dalam hal ini, pemerintah). Pada hakikatnya UU SJSN meluruskan kekeliruan pengelolaan jaminan sosial selama ini yang menurut UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Asuransi harus dikelola BUMN.

Ketiga, SJSN memastikan bahwa dana yang terkumpul dari iuran dan hasil pengembangannya dikelola hanya untuk kepentingan peserta. Ini adalah dana titipan peserta (dana amanah), bukan penerimaan atau aset badan penyelenggara.

Keempat, memastikan agar pihak kontributor atau pengiur atau tripartit (tenaga kerja, majikan, dan pemerintah) memiliki kendali kebijakan tertinggi yang diwujudkan dalam bentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN, semacam Majelis Wali Amanat atau lembaga tripartit) yang diwakili 2 orang serikat pekerja, 2 orang serikat pemberi kerja, 5 orang wakil pemerintah, dan 6 orang wakil tokoh masyarakat/ahli. DJSN menjaga agar pengelolaan program steril dari politik.

Kelima, program jaminan harus berskala nasional untuk menjamin portabilitas dan seluruh penduduk Indonesia (di daerah mana pun ia berada) untuk memperoleh jaminan. Jaminan harus portabel, tidak boleh hilang ketika ia berada di luar kota tempat tinggalnya.

Pembentukan BPJS memberi peluang bagi seluruh rakyat, di mana pun berada, apa pun kegiatan dan pekerjaannya, status sosialnya, kaya atau miskin, kecuali yang sedang menjalani hukuman penjara, akan memperoleh jaminan pelayanan kesehatan, hari tua dan pensiun, kecelakaan kerja dan kematian, di mana pun dan kapan pun di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com