Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Gagal dan Ancamannya

Kompas.com - 23/06/2011, 03:01 WIB

Sesungguhnya syahwat kolonialisme kaum penjajah tidak akan pernah padam. Secara konsisten mereka tetap akan berusaha menguasai kekayaan sumber daya alam kita. Namun, mereka menyadari bahwa model penjajahan dengan kekuatan militer ala kolonialisme-imperialisme sudah usang, tidak efektif, dan secara politik-diplomatik terlalu berisiko.

Kini wajah penjajahan bermetamorfosis menjadi lebih canggih. Dengan cara halus melalui kekuatan finansial yang dioperasikan oleh perusahaan multinasional, mereka melakukan penjajahan ekonomi melalui penguasaan sumber daya alam kita.

Lewat cara ini asing telah menguasai permodalan: 70 persen tambang migas; 75 persen tambang batu bara, bauksit, nikel, dan timah; 100 persen tambang tembaga dan emas; serta 50 persen perkebunan sawit (Siswono Yudo Husodo, Kompas, 16/6). Artikel itu juga memaparkan agresivitas dan mengguritanya pelaku usaha asing sehingga menguasai bisnis pangan dari hulu sampai hilir.

Pada sisi lain, dengan teknologi informasi mereka berusaha mengubah dan menguasai persepsi anak-anak bangsa, terutama kaum elitenya, agar dapat menerima cara pandang mereka. Tanpa disadari, perubahan cara pandang serta sikap pragmatisme yang merasuki beberapa elite politik serta aktivis kita pada awal reformasi telah membiaskan jalannya reformasi. Terjadilah perubahan UUD serta berbagai regulasi yang menyesuaikan diri dengan kehendak dan kepentingan kaum kapitalis-kolonialis, termasuk UU Penanaman Modal Asing.

Model penjajahan baru atau neokolonialisme, istilah Bung Karno, itulah sebenarnya yang menjadi ancaman kontemporer bagi bangsa Indonesia sehingga kita terancam kebangkrutan. Model penjajahan dengan menggunakan perang ekonomi, perang informasi, dan perang persepsi—yang termasuk dalam perang generasi keempat—kini sedang terjadi. Kini hutan kita sudah musnah, beberapa jenis mineral juga di ambang kepunahan, tetapi tanpa kontribusi yang berarti terhadap upaya pencapaian tujuan nasional.

Benar bahwa modal asing sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan negara, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam yang kita miliki. Namun, legalisasi pemberian keleluasaan yang amat luas dalam jangka waktu yang amat panjang kepada asing untuk mengeksploitasi kekayaan alam kita bukan hanya suatu kekeliruan, lebih dari itu merupakan pengkhianatan besar terhadap bangsa-negara dan anak cucu kita.

Cara mengatasi

Neokolonialisme bukan satu-satunya ancaman terhadap kebangkrutan negara. Maraknya korupsi, mewabahnya sikap pragmatisme, dan feodalisme juga merupakan ancaman nyata yang sedang menghantui bangsa kita. Di samping itu, kebebasan yang nyaris tanpa batas akibat terlalu lebarnya keran demokrasi dibuka dan instan telah memberi akses yang lebar pula terhadap fundamentalisme, radikalisme, bahkan terorisme sehingga memperluas spektrum ancaman. Berbagai ancaman aktual itu telah menggusur Pancasila dengan semua nilai-nilai yang dikandungnya, seperti kebersamaan, kekeluargaan, gotong royong, musyawarah-mufakat, toleransi, dan sebagainya.

Dengan demikian, cara mengatasinya pun sungguh sangat berat. Tiada jalan lain kecuali dengan membenahi kembali sistem kenegaraan dan pemerintahan yang konsisten mengacu kepada Pancasila serta jiwa dan semangat Pembukaan UUD 1945. Dalam konteks ini, sangat benar kesimpulan lainnya dari pertemuan tokoh nasional di atas bahwa kini dibutuhkan pemimpin negara yang berkarakter, berani, tidak peragu, visioner, berkompetensi, dan mampu menjadi teladan.

KIKI SYAHNAKRI Ketua Dewan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com