Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakai Nama Daradjatun, Nunun Aman

Kompas.com - 15/06/2011, 09:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, terdapat kejanggalan dalam penempatan nama tersangka kasus dugaan suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Nunun Nurbaeti, dalam website Interpol Internasional dengan Interpol Indonesia.

Dia menuturkan, dalam red notice Interpol Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia, nama Nunun dibuat secara lengkap, yakni Nunun Nurbaeti Daradjatun. Adapun dalam red notice Interpol Internasional, nama Nunun disebutkan Nunun Daradjatun.

"Nah ini kan menjadi pertanyaan mengapa ada perbedaan pencantuman nama. Seharusnya pencantuman nama di website Interpol Internasional harus menggunakan Nurbaeti. Hal ini karena Nunun menggunakan paspor ataupun identitas diri lainnya menggunakan nama Nurbaeti, bukan Daradjatun," ujar Hikmahanto Juwana kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (15/6/2011).

Ditambahkan, perbedaan nama tersebut dapat mengakibatkan kinerja interpol tidak berjalan efektif. Menurutnya, jika kepolisian setempat menemukan Nunun dan menanyakan identitas, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun tersebut akan terbebas, mengingat yang dicari adalan Nunun Daradjatun, bukan Nunun Nurbaeti.

Ia juga menilai, tidak lazim dalam dokumen identitas diri wanita Indonesia yang telah menikah menggunakan nama suaminya. "Pencantuman Nunun Daradjatun dalam red notice internasional akan berakibat 188 kepolisian berbagai negara tidak akan melakukan penangkapan terhadap Nunun karena nama belakang yang digunakan adalah Daradjatun. Jadi, sampai kapan pun bila dalam red notice yang disebarkan ke berbagai negara menggunakan Daradjatun, sudah dapat dipastikan Nunun akan aman," lanjutnya.

Oleh karena itu, menurut Hikmahanto, jika ingin mengefektifkan kinerja Interpol Internasional dalam mencari Nunun, NBC (National Central Bureau) Interpol Indonesia perlu memperbaiki nama tersebut dalam website Interpol Internasional.

Namun, ia tetap berkeyakinan bahwa red notice tersebut tidak efektif karena walaupun Nunun telah ditangkap oleh kepolisian setempat, mekanisme penyerahannya pun tidak mudah.

"Ini mengingat kepolisian setempat terikat dengan mekanisme yang berlaku di negaranya, terutama masalah ekstradisi. Selain itu, alasan lainnya adalah Nunun dapat melakukan perlawanan melalui pengadilan setempat," ujarnya.

Keberadaan Nunun Nurbaeti hingga saat ini belum diketahui. Setelah menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang dimenangi Miranda Goeltom pada 2004, KPK meminta permohonan red notice ke Mabes Polri karena kesulitan untuk menghadirkan istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun tersebut.

Nunun dikabarkan telah meninggalkan Indonesia dan pergi ke Singapura untuk menjalani pengobatan pada 23 Februari 2010 lalu. Dia tidak pernah kembali setelah itu. Bahkan, diketahui ia sempat berpindah-pindah, dari Singapura, Thailand, dan terakhir dikabarkan Nunun berada di Phnom Penh, Kamboja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Nasional
    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Nasional
    Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

    Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

    Nasional
    Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

    Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

    Nasional
    Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

    Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

    Nasional
    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    Nasional
    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com