Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahan Kritis Jadi Prioritas Perkebunan

Kompas.com - 22/05/2011, 21:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, yang juga Satuan Tugas Ketua Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ Kuntoro Mangkusubroto menyatakan, lahan kritis akan dimanfaatkan terlebih dulu daripada memanfaatkan lahan hutan primer atau lainnya untuk perkebunan.

"Kita harus bergerak maju dari sistem penggunaan hutan di mana hutan primer dikonversi menjadi perkebunan padahal masih terdapat jutaan hektar lahan kritis yang dapat dipergunakan. Dengan memanfaatkan lahan kritis, maka hutan akan terlindungi. Sementara kegiatan ekonomi dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan," tandas Kuntoro dalam siaran pers yang dikirim ke Kompas, akhir pekan ini.

Indonesia memiliki lebih dari 30 juta hektar lahan kritis. Dengan demikian kebutuhan lahan untuk pengembangan industri pertanian, kelapa sawit dan kehutanan akan dapat dicukupi walaupun menggunakan angka perkiraan yang paling optimis sekali pun, tambah Kuntoro.

Saat wawancara dengan Kompas, beberapa waktu lalu, Kuntoro pernah mempertanyakan jika memang ada 30 juta hektar lahan kritis, lokasi lahan kritis itu harus segera ditunjukan dan ditetapkan di mana keberadaannya.

Kurang data

President Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat (20/5/2011) lalu, menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 Tahun 2011 yang menunda penerbitan izin baru untuk hutan alam primer dan lahan gambut selama dua tahun di Indonesia. Inpres ini juga memberikan mandat kepada Satgas REDD+, bersama dengan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), untuk mengawasi pelaksanaan program REDD+ di Indonesia.

"Mandat ini menegaskan pentingnya proses koordinasi yang lebih baik di antara institusi pemerintah dan pengawasan yang dilakukan guna mengurangi emisi gas penyebab efek rumah kaca Indonesia," jelas Kuntoro.

Ia mengatakan, penundaan yang berlaku selama dua tahun ini akan memberikan kesempatan untuk mengurai masalah-masalah utama yang dihadapi selama ini seperti rencana tata ruang dan kepemilikan lahan. Ia berharap, kesempatan ini untuk proses transisi menuju pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang lebih baik dan berkelanjutan.  

Kurangnya data dan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten mengakibatkan kerancuan dalam pengelolaan lahan seperti tata ruang dan penerbitan serta pengawasan izin. Dengan dikeluarkannya Inpres ini, maka kita memiliki landasan yang baik untuk melaksanakan perbaikan, lanjut Kuntoro.

Indonesia tercatat memiliki hutan alam primer seluas 64 juta hektar dan lahan gambut seluas 31 juta hektar. Dengan berlakunya Inpres No. 10/2011 ini, maka proses penerbitan izin baru untuk konversi dan penggunaan lahan pada hutan alam primer dan lahan gambut akan ditunda selama dua tahun. Jeda waktu ini memberi kesempatan untuk menyempurnakan tata kelola dengan meninjau dan memperbaiki kerangka hukum perizinan penggunaan lahan, mengembangkan sistem basis data yang lebih baik mengenai lahan kritis sebagai bahan penyusunan tata ruang, memperjelas alokasi tataguna lahan, serta memacu industri untuk menggarap lahan kritis, paparnya lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com