Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPJS Beratkan Pengusaha

Kompas.com - 19/05/2011, 02:48 WIB

Kengototan pemerintah itu telah memicu reaksi keras serikat pekerja yang sangat dirugikan dengan terlambatnya penerapan SJSN. Jutaan pekerja hingga kini masih menderita akibat tidak tersedianya jaminan kesehatan dan tertundanya penerimaan pensiun bulanan yang menjadi hak mereka.

Konsekuensi usulan pemerintah—jika disetujui DPR—akan menghasilkan dua program jaminan sosial yang memberatkan pengusaha dan melemahkan SJSN.

Dua BPJS yang baru dibentuk mengelola lima program jaminan sesuai UU SJSN. Namun, UU Jamsostek masih dipertahankan. Padahal, UU SJSN memerintahkan agar keempat BUMN menyesuaikan diri dengan UU SJSN. Artinya, setelah penyesuaian diri, PT Jamsostek menjadi BPJS menurut UU SJSN. Bukan masing-masing berdiri sendiri dan menghasilkan beban ganda.

UU Jamsostek mengharuskan pemberi kerja (pengusaha dan lain-lain) membayar iuran untuk pekerjanya. Pengaturan tersebut sudah direvisi oleh UU SJSN dengan keharusan iuran ditanggung bersama oleh pengusaha dan pekerja.

Kewajiban ganda

Jika pemerintah tetap mempertahankan PT Jamsostek, maka pemberi kerja punya kewajiban ganda: membayar iuran SJSN dan iuran Jamsostek. Ini tentu saja merupakan keanehan sistem jaminan sosial di dunia. Selain menimbulkan beban ganda, koordinasi hak-hak pekerja yang diberikan oleh BPJS baru dan PT Jamsostek menambah beban administrasi dan ketidakpastian.

Tidak jelas, mengapa pemerintah masih tidak bersedia mentransformasi PT Jamsostek menjadi BPJS Jamsostek, karena pemerintah telah mentransformasi PT Bank Ekspor Indonesia menjadi LPEI, badan hukum yang bukan BUMN.

Spekulasi pun muncul bahwa uang Jamsostek mungkin tidak sesuai dengan yang kini dipublikasikan. Ini akan terungkap apabila akuntan publik mengaudit dana Jamsostek sebagai neraca awal BPJS. Spekulasi lain adalah pemerintah takut atas guncangan rencana investasi pemerintah yang antara lain mengandalkan dana pekerja di Jamsostek yang melebihi Rp 100 triliun. Sesungguhnya investasi tidak akan terganggu sejauh disetujui pemilik dana (pekerja) dan penyetor dana (pengusaha) dengan imbal hasil layak.

Spekulasi yang lain lagi adalah pemerintah ”membeli waktu” agar UU SJSN tidak dilaksanakan. Sebab, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, jika RUU BPJS tidak bisa disepakati menjadi UU BPJS bulan Juli ini, maka RUU BPJS dan berikut jaminan sosial tidak bisa dijalankan sampai presiden baru terpilih tahun 2014. Hal ini tidak sesuai janji prorakyat yang diusung Presiden SBY.

Pertanyaan besarnya adalah, mengapa pemerintah bersikap diskriminatif?

Untuk menjamin penabung dan pengekspor (yang punya duit), pemerintah cepat tanggap menghasilkan dan menjalankan LPS dan LPEI—keduanya bukan BUMN. Tetapi, untuk menjamin pekerja yang terancam bangkrut karena sakit dan tidak memiliki uang pensiun bulanan, pemerintah tidak mau mengubah BUMN menjadi BPJS.

Kecuali pemerintah secara terbuka menyampaikan dan mendiskusikan keberatan fakta-fakta lain, persoalan ini akan meningkatkan ketidakpuasan rakyat.

Hasbullah Thabrany Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com