Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Besar Terorisme

Kompas.com - 02/05/2011, 16:16 WIB

Dari segi level, anarkisme oleh kelompok masyarakat radikal berada persis di bawah terorisme. Bila terorisme acap melakukan pembunuhan massal dan tidak pilah-pilih korban, anarkisme tidak sampai membunuh secara massal dan korbannya lebih terfokus pada kelompok tertentu.

Para pelaku anarkis pun berada persis di bawah para teroris. Bila teroris menjalankan aksi berdarahnya atas nama ajaran peran dan mati syahid, kaum anarkis menjalankan aksinya atas nama dakwah dan amar-makruf nahi-mungkar. Bila para teroris bersembunyi dari satu tempat ke tempat yang lain, para pelaku anarkis justru selama ini dibiarkan bebas menyebarkan ajaran-ajaran kekerasannya.

Bom bunuh diri oleh Muhammad Syarif di masjid Mapolresta Cirebon beberapa waktu lalu bisa menjadi salah satu bukti dari apa yang disampaikan di atas. Menurut catatan sejumlah media, Syarif diketahui sering terlibat aktif dalam aksi-aksi demo bersama kelompok masyarakat yang selama ini identik dengan aksi kekerasan.

Kelompok agamisme

Agamisme dalam tulisan ini adalah gerakan yang hendak mengubah Indonesia sebagai negara Pancasila menjadi negara agama. Gerakan ini bercorak keagamaan, baik yang berada di pinggiran perhatian banyak pihak (bahkan acap tak terlihat) ataupun gerakan politik yang kasatmata dan beradaptasi sedemikian rupa dengan prinsip-prinsip demokrasi. Maka mereka leluasa mendapatkan dukungan dari sebagian masyarakat dan masuk ke parlemen ataupun pemerintahan.

Dilihat dari segi tujuan, hampir tidak ada bedanya antara para teroris, para anarkis, dan para agamis. Mereka sama-sama ingin mendirikan negara agama. Bedanya adalah para teroris dan para anarkis menggunakan cara-cara biadab seperti pengeboman, bom bunuh diri, perusakan fasilitas umum, dan lain sebagainya. Sedangkan para agamis secara umum menggunakan cara-cara yang lebih elegan, seolah-olah demokratis dan konstitusional.

Selama ini agamisme bergerak dengan menempuh dua jalur perjuangan sekaligus, yakni jalur daerah melalui peraturan daerah dan jalur pusat melalui perundang-undangan maupun isu-isu nasional. Sebagaimana dimaklumi bersama, saat ini banyak perda yang memendam semangat agama dengan menggunakan ketentuan normatif agama tertentu sebagai peraturan daerah.

Agamaisasi perda dilakukan karena dianggap sebagai jalan pintas untuk mengubah Indonesia menjadi negara agama. Ibarat strategi semut memakan gula, mereka melakukannya dari pinggir (tidak dari pusat atau tengah) hingga akhirnya termakan semua atau setidaknya bisa dibawa ke sarang mereka.

Namun, strategi dari pusat bukan berarti ditinggalkan sama sekali. Beberapa dari mereka terus mengupayakan Indonesia sebagai negara agama dengan dimulai dari pusat, bahkan juga dengan memanfaatkan kelonggaran demokrasi dan keadilan konstitusi.

Pada galibnya, kelompok pragmatis bukan berpedoman pada penalaran rasional-substansial, melainkan berpedoman kepada penalaran emosional dengan logika ”yang penting menyerang dan mengalahkan lawan”. Baik mereka yang berada di jajaran pemerintah, DPR, ataupun partai politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com