Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NII Beradaptasi sebagai Komodifikasi

Kompas.com - 29/04/2011, 13:07 WIB

MALANG, KOMPAS.com — Praktik penipuan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai NII (Negara Islam Indonesia) dan tak pernah dibantah oleh NII, jika organisasi itu benar-benar ada dan bisa dijangkau tangan hukum, menunjukkan fenomena terakhir, betapa basis ekonomi tradisional organisasi berbasis agama sudah kian kehilangan kemampuannya, lalu melakukan adaptasi dengan komodifikasi (menjadi komoditas) agama. Pengikutnya bergabung bukan karena militansi keyakinan, melainkan mencari persentase keuntungan.

Demikian pendapat Guru Besar Filsafat dan Islam Universitas Muhammadiyah Malang Prof Dr Syamsul Arifin dalam percakapan di ruang kerjanya, Jumat (29/4/2011) malam.

Organisasi berbasis apalagi yang sudah tumbuh sejak awal kemerdekaan seperti NII, katanya, sebelumnya menggunakan sumber-sumber ekonomi tradisional seperti pertanian, perkebunan, kehutanan. Tidak beda misalnya dengan pondok pesantren yang membiayai ekonominya dari sumber-sumber pertanian, seperti ternak kambing di Blitar dan ternak jangkrik di Malang selatan.

"Studi tentang pola ekonomi ini penting sebab akan bisa digunakan untuk menemukan model gerakan keagamaan yang dikembangkan sebagai model dakwah atau model aksi . Bandingkan misalnya dengan gerakan klandestin teroris, katakanlah yang dilakukan Azahari dan Nurdin M Top termasuk Amrozi (ketiganya sudah tewas, yang mendasarkan sumber dana aksinya dari perampokan). NII mutakhir ini, berbeda dengan pondok pesantren dan kelompok teroris," kata Syamsul yang mengajar Sosiologi Agama.

Menilik penipuan bisa berlangsung masif, terjadi di banyak kota di Indonesia, maka bisa disebut telah muncul model gerakan baru. Para orang yang direkrut akan menjadi perekrut tentu bukan semata ideologi, melainkan ada pembagian keuntungan atau dana yang dikumpulkan.

Sepatutnya pemerintah dan aparat kepolisian bisa menebak, akan ke arah mana model perekrutan gaya NII ini akan mengarah. Menurut Syamsul, patut diketahui uang sebanyak itu, dari setiap anggota yang direkrut bisa diperoleh belasan hingga puluhan juta rupiah, akan digunakan untuk apa. Jika tidak benar-benar digunakan untuk mendirikan negara Islam, mestinya bisa diperiksa tumpukan modalnya dalam bentuk aset-aset apa saja.

Bisa saja, kemudian mengalir untuk politik atau untuk kekerasan, meski mungkin saja hanya untuk kesejahteraan segelintir elit gerakan ini. Patut diketahui pula, siapa akar di balik NII sehingga seolah-olah tidak tersentuh oleh aparat, meski keberadaan fisiknya sebenarnya sangat jelas, yang disebut-sebut berada di Kandanghaur, Jawa Barat.

Seperti ungkapan aparat kepolisian selama ini, termasuk saat teror bom masjid Cirebon, bahwa negara dan polisi harus menang melawan teroris. "Maka, negara dan polisi harus menang terhadap NII ini," tutur pengajar yang aktif dalam berbagai diskusi dialog antarumat ini. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

    Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

    Nasional
    5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

    5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

    Nasional
    Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

    Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

    [POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

    Nasional
    Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

    Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

    Nasional
    Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

    Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

    Nasional
    Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

    Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

    Nasional
    Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

    Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

    Nasional
    Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

    Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

    Nasional
    Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

    Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

    Nasional
    Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

    Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

    Nasional
    Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

    Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

    Nasional
    Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

    Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

    Nasional
    PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

    PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com