Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Paskah

Kompas.com - 20/04/2011, 19:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi meminta majelis hakim menolak seluruh keberatan atau eksepsi yang diajukan pihak terdakwa kasus suap cek perjalanan terkait Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Paskah Suzetta.

Jaksa tidak sependapat dengan tim kuasa hukum Paskah yang keberatan jika kliennya didakwa dengan dakwaan alternatif. Pernyataan tim JPU tersebut merupakan tanggapan jaksa terhadap eksepsi Paskah yang disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (20/4/2011).

Anggota tim JPU, Edy Hartoyo, mengungkapkan, dakwaan alternatif lebih efisien untuk memproses perkara Paskah dibanding dakwaan subsidaritas. Dengan dakwaan alternatif, jaksa tidak wajib membuktikan dakwaan primer terlebih dahulu.

"Dakwaan alternatif pada dasarnya hanya ada satu tindak pidana, yang mana dakwaan alternatif digunakan untuk menghindari pelaku lepas dari pertanggungjawaban hukum dan memberikan pilihan bagi penuntut umum serta hakim untuk membuktikan langsung dakwaan yang menurutnya terbukti," paparnya.

Adapun dakwaan alternatif yang dikenakan pada Paskah adalah Pasal 5 Ayat (2) juncto Pasal (1) Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain terkait bentuk dakwaan, jaksa juga meminta majelis hakim menolak eksepsi kuasa hukum yang meminta Paskah diadili terpisah dengan politisi Partai Golkar lainnya yang terjerat suap cek perjalanan.

Menurut Edy, jaksa berwenang menyatukan berkas perkara. Penyatuan berkas, katanya, akan mempermudah jaksa dalam membuktikan dakwaan. "Jika terdakwanya banyak, maka penuntut umum dapat melakukan pemecahan perkara, baik dilakukan terhadap masing-masing atau dikelompokkan menurut peranan masing-masing terdakwa yang bertujuan untuk kemudahan dalam pembuktian dakwaan," ungkap Edy.

Seperti diketahui, berkas perkara Paskah disatukan dengan politisi Golkar anggota Komisi IX DPR 1999-2004 lainnya, yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Marthin Bria Seran, Bobby Suhardiman, dan Anthony Zeidra Abidin.

Mereka didakwa menerima suap berupa cek perjalanan terkait pemilihan DGSBI yang dimenangkan Miranda Goeltom pada 2004. Selain mereka, masih ada satu berkas atas nama politisi Golkar lainnya, yakni TM Nurlif, Baharudin Aritonang, Hengky Baramuli, Asep Ruchimat Sudjana, dan Reza Kamarullah.

Seusai persidangan, Paskah menyerahkan sepenuhnya proses persidangan pada majelis hakim. "Saya yakin dan percaya pada awal persidangan hakim menyatakan bahwa sidang ini diawali asas praduga tak bersalah," katanya.

Minggu depan, majelis hakim akan memutuskan untuk melanjutkan atau tidak persidangan atas Paskah melalui putusan sela.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com