JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa berpendapat, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar seharusnya membentuk tim baru dalam menyempurnakan Rancangan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah ditunda pengajuannya oleh pemerintah. Tim baru tersebut harus melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan perwakilan masyarakat sipil.
”Dan yang tidak punya kepentingan sedikit pun dengan koruptor,” kata Mas Achmad Santosa yang biasa disapa Ota ini seusai menghadiri diskusi di Gedung DPD, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/4/2011).
Setelah membentuk tim baru, lanjut Ota, Kementerian Hukum dan HAM sebaiknya menggelar konsultasi publik membahas draf RUU Tipikor. Hal ini, menurut dia, akan membuat substansi revisi yang dihasilkan akan selaras dengan konvensi pemberantasan korupsi Persatuan Bangsa-bangsa yang telah diratifikasi Indonesia.
”Banyak pasal (konvensi antikorupsi PBB) yang diterjemahkan bebas. Itu harus dikaji ulang,” katanya.
Terkait penghilangan pasal hukuman mati dalam RUU Tipikor yang diajukan pemerintah, Ota menilai hukuman mati untuk koruptor sebaiknya tidak dihilangkan.
”Hukuman mati yang bisa dijatuhkan pada koruptor akan membuat efek jera. Namun, sekali lagi penjatuhan hukuman itu tergantung sistem hukum,” ujar Ota.
Pemerintah tunda pengajuan
Seperti diberitakan Kompas (1/4/2011), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar meminta kembali draf Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebelumnya sudah diserahkan ke Sekretariat Negara untuk disempurnakan. RUU itu belum akan segera diserahkan ke parlemen.
Langkah ini dilakukan Kamis (31/3), setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemhuk dan HAM) mengkaji sejumlah substansi dari RUU tersebut. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch dan sejumlah aktivis antikorupsi menolak draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Antikorupsi) dari pemerintah itu karena dinilai justru melemahkan spirit pemberantasan korupsi.
Busyro Muqoddas, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga meminta pemerintah tidak mengajukan RUU itu ke DPR sebelum mengkajinya lagi melalui survei publik dan telaah kritis dari berbagai kalangan (Kompas, 29/3).