Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu DRI untuk Isolasi Gerakan Oposisi

Kompas.com - 24/03/2011, 14:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Aktivis Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M Massardi, mengungkapkan, isu soal Dewan Revolusi Islam (DRI) yang diembuskan melalui situs berita Aljazeera adalah sebuah fitnah yang amat jahat.

"Berita DRI ini merupakan insinuasi untuk mengisolasi gerakan oposisi yang kian menguat sekarang. Ini mengingatkan saya pada cara-cara bekas Presiden Mesir Hosni Mubarak menjelang kejatuhannya, yakni mengirim para perusuh dan penjarah ke Museum di Kairo untuk menggambarkan seolah-olah gelombang demonstrasi yang menentang pemerintahannya dimotori oleh kelompok Islam garis keras Ikhwanul Muslimin sehingga dunia internasional, terutama Barat, harus mendukung Mubarak," ujar Adhie, Kamis (24/3/2011) di Jakarta.

Apalagi, menurut Adhie, soal DRI ini muncul di tengah santernya isu kawat diplomatik AS tentang Presiden Yudhoyono yang dianggap menyalahgunakan kekuasaan dan Ani Yudhoyono yang disebut sebagai broker yang dibocorkan WikiLeaks dan bertebarannya "bom buku" yang meneror masyarakat.

"Kalau melihat susunan kabinet yang diedarkan, berita DRI ini sangat janggal. Seolah ada koalisi antara kelompok Islam garis keras Habib Rizieq Sihab (Kepala Negara), Abu Jibril (Wakil), dengan TNI (Jenderal Pur Tyasno Sudarto—Menko Polkam), dan kelompok civil society anti-neolib seperti Hendri Saparini (Menko Ekuin), Ichsanuddin Noorsy (Menkeu). Ini skenario jahat dan 100 persen fitnah untuk memecah belah kelompok kritis yang semakin menguat dalam menentang rezim Yudhoyono," ujarnya.

Bagusnya, menurut Adhie, nama-nama yang disebut dalam susunan kabinet versi DRI itu sudah membantah. "Saya percaya, di kalangan TNI, baik yang aktif maupun purnawirawan, tidak memiliki tradisi dan keinginan kudeta. Bahwa mereka, terutama para purnawirawan, umumnya bersikap sangat kritis kepada pemerintah, itu karena mereka cemas akan nasib NKRI di bawah kepemimpinan nasional yang tidak tegas dan cenderung rapuh," ujar Adhie, yang pernah menjadi juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid.

Ia memperkirakan, berita DRI ingin memberikan gambaran bahwa tulang punggung kekuatan penentang rezim SBY ini adalah kelompok yang ingin mendirikan negara Islam. Kekuatan pro-demokrasi dan civil society secara umum diharapkan, kalau tidak mendukung pemerintah, ya, mengurangi tekanannya terhadap pemerintah.

"Tapi, skenario ini tidak akan berhasil. Para aktivis pergerakan, kaum muda, dan mahasiswa akan terus bergerak untuk menyelamatkan negeri ini dari kerusakan yang lebih parah," ujarnya.

Sebelumnya, Al Jazeera melaporkan, sejumlah jenderal purnawirawan diam-diam mendukung kelompok Islam garis keras untuk memicu kekerasan antarumat beragama. Hal ini bagian dari rencana menggulingkan Presiden. ”Mereka muak dengan kebohongan Presiden,” kata Al Jazeera, mengutip pernyataan pemimpin Gerakan Reformasi Islam, Chep Hernawan.

Koresponden Al Jazeera, Step Vessen, mengatakan, laporan bahwa sebuah kelompok garis keras memiliki pendukung yang kuat ”telah terkonfirmasi untuk pertama kalinya”. Kelompok itu dikaitkan dengan jumlah serangan terhadap kelompok beragama, termasuk jemaat Kristiani dan Ahmadiyah. Sebelumnya, Chep mengatakan, para purnawirawan jenderal itu telah mencoba menggunakan sejumlah isu, termasuk korupsi, guna memicu penolakan terhadap Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com