Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ary Serahkan Rp 1 Miliar Lewat Ade!"

Kompas.com - 15/03/2011, 18:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggodo Widjojo mengungkapkan, terdakwa kasus dugaan upaya penyuapan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ary Muladi menyerahkan uang Rp 1 miliar darinya kepada pimpinan KPK, Chandra M Hamzah tanpa melalui Julianto seperti dinyatakan Ary sebelumnya. Uang untuk Chandra tersebut diberikan Ary melalui Deputi Penindakan KPK, Ade Rahardja.

Hal tersebut diungkap Anggodo yang merupakan terpidana dalam kasus yang sama saat bersaksi untuk Ary di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (15/3/2011).

"Edi Sumarsono bilang, ada pesan dari Antasari (Mantan Ketua KPK), kalau mundur-mundur surat cekalnya, kata Antarsari, serahkanlah kepada Chandra Rp 1 miliarnya. Katanya Edi disuruh ke Antasari, tapi ada pesanan Antasari, menyerahkan 1 M harus lewat terdakwa (Ary Muladi) yang mengantarkan ke Chandra Hamzah melalui Ade Rahardja," katanya.

Anggodo mengatakan, uang Rp 1 miliar itu diberikan ke Chandra agar KPK segera membatalkan surat cekal terhadap kakak Anggodo, Anggoro Widjojo, yang terlibat kasus pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) pada 2007 dengan tersangka Yusuf Erwin Faisal. Skenario pemberian uang tersebut, kata Anggodo, merupakan ide Antasari.

"Menurut Edi, adalah Pak Antasari (yang mengatur)," ucapnya.

Sebelumnya, kata Anggodo, pihaknya memberikan Rp 1 miliar kepada Edi Sumarsono sebagai uang muka untuk mengurus pembatalan pencekalan Anggoro dan pengembalian berkas PT Masaro yang disita KPK. Anggodo juga menyiapkan Rp 6 miliar yang akan dibayarkan jika urusan tersebut beres.

Namun, pada prosesnya, pembatalan cekal tersebut tidak juga dilakukan. Hingga akhirnya, berdasarkan saran Edi Sumarsono yang mengaku mendapat arahan dari Antasari, pihaknya mengambil Rp 1 miliar dari Rp 6 miliar yang dijanjikan untuk diberikan kepada Chandra. Selain Rp 1 miliar untuk Chandra, pengusaha itu juga mengaku menggelontorkan uang Rp 3,750 miliar untuk pihak KPK plus media melalui Ade Rahardja.

"Di pernyataannya (pernyataan Ary Muladi) jelas, bahwa yang 3 M itu lewat Ade Rahardja," ujar Anggodo.

"Untuk pekerjaan yang tidak ada urusan, selesai, dijanjikan pencabutan cekal dan lain-lain," lanjutnya.

Kendati sudah menggelontorkan miliaran uang, tujuan Anggodo tidak tercapai. Pada 2009 dia diperiksa Mabes Polri terkait upaya percobaan penyuapan dan menghalang-halangi penyidikan.

"Dipanggil Mabes Polri atas laporan Antasari. Antasari membuat testimoni dan laporan polisi ada korupsi di KPK," ujarnya.

Sementara itu, Ary Muladi membantah keterangan Anggodo yang mengungkapkan bahwa Ary mengenal Ade Rahardja dan mengantarkan uang melalui Ade. Dalam dakwaannya, Ary Muladi bersama-sama Anggodo Widjojo melakukan pemufakatan jahat untuk memberikan uang suap Rp 5,15 miliar untuk dua pimpinan dan penyidik KPK. Uang itu dimaksudkan agar KPK meringankan atau menghentikan proses hukum yang melibatkan kakak Anggodo, Anggoro Widjojo dan PT Masaro Radiokom dalam penyidikan perkara tersangka Yusuf Erwin Faisal terkait kasus korupsi SKRT pada 2007.

Selain itu, dakwaan Ary memuat nama Edi Sumarsono yang disebut-sebut memberi saran kepada Anggodo agar menyerahkan Rp 1 miliar dalam bentuk dollar Singapura kepada Chandra agar mencabut pencekalan terhadap Anggoro.

Di lain pihak, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, bahwa pernyataan Anggodo tersebut sudah dibantah pimpinan KPK. Tidak ditemukan fakta dan bukti yang mendukung pernyataan Anggodo terkait uang Rp 1 miliar yang diberikan kepada Chandra dan Rp 3,750 miliar kepada Ade.

"Kan dia (Anggodo) sudah divonis juga," tandas Johan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com