Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Harga Minyak

Kompas.com - 14/03/2011, 03:03 WIB

Akibatnya, setiap kenaikan rata-rata per tahun harga minyak 1 dollar AS, APBN tekor sekitar Rp 700 miliar. Jadi, jika harga minyak dunia mengalami kenaikan sepanjang tahun sebesar 10 dollar AS di atas rata-rata asumsi APBN, yakni 80 dollar AS per barrel, akan terjadi ketekoran Rp 7 triliun.

Ini belum termasuk apabila konsumsi BBM bersubsidi melebihi kuota serta dibatalkannya kebijakan pembebasan batas tarif (capping) listrik PLN serta penurunan produksi minyak kita.

Hasil Tim Kajian BBM

Pemerintah sendiri belum menentukan sikap. Tim Kajian Pengaturan BBM dari konsorsium peneliti tiga perguruan tinggi—Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Indonesia (UI)—sudah menyampaikan hasil dan rekomendasi dari ketiga opsi yang diajukan minggu lalu. Opsi yang direkomendasikan saat ini belum dapat dipublikasikan ke media sambil menunggu pembahasan dengan DPR.

Untuk diketahui, tim tidak hanya menyampaikan opsi, tetapi juga kemutakhiran metodologi, manfaat dan biaya dari opsi-opsi tersebut, serta urutan pelaksanaan kebijakan. Ada rekomendasi yang sifatnya segera (1-2 bulan) dan jangka menengah (6 bulan). Kalau rekomendasi tersebut dipertimbangkan, niscaya sebagian masalah subsidi BBM dapat dipecahkan.

Tim memberikan rekomendasi atas dasar berbagai macam pertimbangan, yakni ekonomi, politik, sosial, dan teknis perminyakan dan dengan diskusi pihak-pihak terkait dengan pelaksanaan dan pengawasan di pusat dan daerah secara mendalam, serta dengan pengumpulan data lapangan yang cukup akurat. Waktu yang diberikan untuk penelitian ini sebetulnya sangat tidak memadai, yakni hanya dua bulan efektif.

Pemerintah sejak awal sudah mengatakan tidak akan menaikkan harga BBM meskipun tetap menunggu pembahasan dengan DPR. ”Kami akan membahas dengan DPR terlebih dahulu mengenai opsi kebijakan pengaturan BBM bersubdi,” kata Menteri ESDM.

Tim tetap berpendapat kenaikan harga BBM untuk kendaraan pribadi dengan pengembalian subsidi (cashback) kepada angkutan umum, seperti pendapat Kepala BPS minggu lalu, adalah kebijakan yang masuk akal. Angkutan umum tetap perlu disubsidi karena mereka melakukan pelayanan masyarakat dan tarifnya diatur oleh pemerintah.

Tanpa penyesuaian harga untuk kendaraan pribadi, maka akan terjadi disparitas harga yang melebar, berakibat pada konsumsi yang membengkak dan migrasi dari konsumen pengguna pertamax ke premium. Pertimbangan-pertimbangan sosial, konflik, daya beli, risiko demonstrasi dan politik tetap menjadi bahan tim dalam memberikan rekomendasi.

Ide penghematan dan pengawasan konsumsi BBM bersubsidi bukan hal yang baru. Zaman pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I pernah dilontarkan gagasan penggunaan kartu pintar (smart card), klusterisasi, pengawasan distribusi, dan kampanye hemat BBM.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com