Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faktor Politik Jadi Faktor Dominan

Kompas.com - 10/03/2011, 17:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada awal Maret silam mengatakan akan memberikan sanksi kepada satu-dua parpol yang melanggar kesepakatan koalisi. Seminggu kemudian, Presiden mengatakan tak akan melakukan perombakan kabinet dalam waktu dekat. Sekalipun Presiden akan melakukan perombakan kabinet, hal tersebut didasarkan pada evaluasi kesepakatan koalisi, kontrak kinerja, pakta integritas, serta penilaian Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.

Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti dan Yunarto Wijaya mengatakan, hal tersebut disampaikan Presiden dengan tujuan agar publik tak melihat perombakan kabinet dalam perspektif politik transaksional. "Ini merupakan upaya Presiden untuk melepaskan dirinya dari kisruh politik sehingga reshuffle bisa dibungkus alasan profesional dan tidak berbau politik transaksional. Walaupun tak bisa dipungkiri reshuffle pada akhirnya akan bergantung pada kesepakatan politik karena pembentukan kabinet pun sudah berdasarkan kesepakatan politik," kata Yunarto ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (10/3/2011).

Sementara itu, Ikrar mengatakan, faktor politik tetap menjadi salah satu faktor dominan yang menyebabkan Presiden melakukan perombakan kabinet. Namun, Ikrar mengatakan, Presiden tetap akan menggunakan alasan evaluasi kinerja. "Jika tidak, tentunya ini akan menunjukkan kepada masyarakat bahwa Presiden, dalam memilih para pembantunya, tidak menitikberatkan pada prinsip the right person in the right place. Ini bisa menimbulkan citra politik negatif pada pemerintahan," katanya.

Ikrar menambahkan, penundaan perombakan kabinet bisa jadi disebabkan tak efektifnya komunikasi politik yang dibangun oleh Presiden dengan Partai Gerindra dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. "Komunikasi politik dengan Gerindra dan PDI-P boleh dikatakan tidak berhasil menarik dua partai itu untuk bergabung ke dalam Setgab," kata Ikrar.

Menurut Ikrar, Presiden, sebelum memberikan pernyataan politik yang ditujukan kepada Golkar dan PKS, seharusnya melakukan pendekatan politik kepada Partai Gerindra dan PDI-P. Dan, tingkat keberhasilan pendekatan politik tersebut sudah mencapai 90 persen. "Nyatanya, Presiden sudah membuat pernyataan politik garang terlebih dahulu dan baru melakukan pendekatan politik kepada Gerindra dan PDI-P. Ini membuat posisi tawar PDI-P dan Gerindra jauh lebih kuat," katanya.

Ikrar juga mengkritik gaya komunikasi Presiden dengan Partai Golkar. Menurutnya, Presiden cenderung menggunakan media massa dalam menyatakan sikap dan langkah politiknya. Seharusnya, alih-alih memberikan pernyataan keras, Presiden sebaiknya duduk bersama Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nasional
    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Nasional
    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    Nasional
    Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Nasional
    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    Nasional
    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com