Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Matinya Keindonesiaan Kita

Kompas.com - 10/02/2011, 15:05 WIB

Bung Hatta menegaskan bahwa ”Prinsip demokrasi adalah keterwakilan yang mengedepankan egalitarianisme”, sementara praktik demokrasi liberal yang mengusung ”keterpilihan” dewasa ini justru ”membunuh” prinsip egaliter dan keterwakilan itu.

Sebagai contoh empiris, seharusnya suku Amungme, Dani, Baduy, Anak Dalam, dan berbagai kelompok minoritas diwakili dengan cara ”ditunjuk”, bukan dipilih (karena tidak mungkin mereka terwakili dengan cara pemilihan free fight). Keterwakilan juga merupakan perekat bagi bangsa yang serba majemuk seperti Indonesia. Dengan tidak terwakilinya berbagai suku dan golongan di parlemen, ikatan kebangsaan pun menjadi longgar.

Seiring dengan watak liberalisme, kebebasan pun berkembang nyaris tanpa batas sehingga masyarakat bisa berbuat apa saja. Partai politik tumbuh bagaikan jamur, otonomi daerah dengan semangat pemekaran nyaris tidak terkontrol, feodalisme meningkat, dan nafsu berburu kekuasaan tumbuh subur pada semua lapisan masyarakat.

Akibatnya, rekrutmen kepemimpinan lewat pemilu atau pilkada justru hanya menghasilkan pemimpin yang umumnya karbitan, tidak berkarakter, tidak berkompetensi, serta korup. Sebaliknya, telah mewabah di kalangan para elite politik sikap machiavellian, kolusi, nepotisme, dan politik uang.

Dari optik ekonomi, implementasi pasar bebas membuat perekonomian nasional nyaris dikuasai asing, gelombang privatisasi terjadi tanpa kendali, kedaulatan ekonomi terampas oleh kaum kapitalis, industri nasional pun rontok karena kalah bersaing.

Pada ranah hukum kita menyaksikan tumpang tindihnya fungsi institusi penegak hukum, maraknya mafia dan perdagangan hukum, politisasi hukum, serta terbengkalainya beberapa kasus besar pelanggaran hukum.

Ujungnya bermuara pada aspek budaya yang mencuatkan perilaku individualisme; materialisme; hedonisme; konsumtivisme; korupsi, kolusi, nepotisme (KKN); fanatisme sempit; fundamentalisme; radikalisme serta anarkisme; bahkan terorisme.

Posisi TNI Kedua, pemisahan diametral-absolut antara fungsi pertahanan dan keamanan. TNI diposisikan hanya mengamankan negara terhadap ancaman dari luar, sementara segala persoalan keamanan domestik diserahkan kepada Polri tanpa memperhitungkan kompleksitas persoalan keamanan nasional yang penanganannya tidak mungkin dipikul Polri sendirian, bahkan dengan dibantu TNI sekalipun, karena pada hakikatnya pembinaan dan penyelesaian masalah keamanan nasional membutuhkan penanganan terpadu.

Saat ini, kalaupun TNI dapat membantu Polri dalam konteks perbantuan, prosedurnya tidak mudah, rumit, dan memerlukan waktu. Sementara dinamika di lapangan yang eskalatif destruktif memerlukan tindakan cepat, segera, dan tuntas.

Terkait kerusuhan di Cikeusik, Presiden SBY lewat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto telah memerintahkan Polri mencari dan mengungkap tuntas kekerasan tersebut (Kompas, 7/2). Persoalannya, masalah ini bukan sekadar masalah hukum, melainkan juga telah mengakar pada masalah budaya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Nasional
    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com