Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan Tak Mungkin dari Agama

Kompas.com - 09/02/2011, 22:04 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Persoalan kemiskinan, keadilan, dan kesenjangan sosial menjadi akar terjadinya aksi kekerasan berdalih agama. Sementara, agama sama sekali tak pernah membenarkan aksi kekerasan dalam bentuk apa pun.

Demikian diungkapkan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Prof. Dr. Musa Asyarie, Rabu (9/2/2011) di Yogyakarta. "Kekerasan pastilah bukan bersumber dari ajaran agama. Tindakan ini justru berasal dari faktor lain, entah itu ekonomi maupun politik yang kemudian dimanipulasi menjadi (seolah-olah) kepentingan agama," ucapnya.

Menurut Musa, persoalan kerukunan hidup beragama di Indonesia, khususnya pada tataran elite tak ada masalah. Namun, di tataran akar rumput persoalan ini memanas. "Di tataran elite, mereka, para tokoh-tokoh lintas agama rukun-rukun saja. Tapi, di masyarakat bawah banyak persoalan yang mudah memicu terjadinya perselisihan," kata Musa.

Masalahnya bukan pada perbedaan agama atau keyakinan, tapi justru pada masalah ekonomi dan politik, seperti ketidakadilan, kemiskinan, dan kesenjangan sosial. Selama persoalan ini masih ada, maka aksi kekerasan masih akan berpotensi terjadi di Indonesia.

Pemimpin tidak tegas

Menanggapi kasus kekerasan berbau agama yang terjadi di Indonesia, Musa menilai pemerintah tak memiliki ketegasan. Bahkan, perintah pimpinan negara seolah-olah tak dipatuhi oleh para bawahannya. Hal ini terlihat dari lambannya sikap kepolisian dalam mengamankan aksi amuk massa terhadap penganut Ahmadiyah dan perusakan sejumlah gereja di Temanggung.

"Pemerintah harus kuat dalam menjalankan hukum, jangan setengah-setengah. Saat ini, realitas menunjukkan bahwa negara kalah dengan kekuatan kapital," ujarnya.

Pascaterjadinya aksi kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Pandeglang dan pembakaran sejumlah gereja di Temanggung, Jateng, berbagai pemuka agama, tokoh masyarakat Yogyakarta, dan Kepolisian Daerah Yogyakarta menggelar rapat koordinasi di Markas Kepolisian Daerah Yogyakarta. Hal ini untuk mengantisipasi merembetnya kerusuhan serta provokasi oleh kelompok tertentu, seperti yang terjadi di Pandeglang dan Temanggung.

Sebelumnya, berbagai elemen masyarakat Yogyakarta mengutuk pembantaian yang dilakukan sejumlah oknum terhadap para penganut Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Mereka menilai pemerintah tidak tegas dan cenderung membiarkan tragedi ini terjadi.

Koordinator Aksi Pendro Indarto mengatakan, aksi kekerasan terhadap umat beragama tertentu menunjukkan bahwa negara tak lagi bisa melindungi warganya. Padahal, Indonesia adalah negara yang menjamin kebebasan beragama.

"Pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap segala aksi kekerasan berdalih agama. Pemerintah harus tegas mengusut aksi ini hingga tuntas. Jika tidak, maka kerukunan hidup beragama di negeri ini akan terancam," paparnya.

Keprihatinan juga diungkapkan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Ketua PBHI Angger Jati Wijaya mengatakan, aksi kekerasan yang telah terjadi akibat kebijakan negara dan golongan tertentu yang bernuansa disintegratif serta pembiaran oleh aparat keamanan.

"Kami mengutuk keras aksi itu. Kekerasan massa ini harus diusut tunas dan surat keputusan bersama tiga menteri harus ditinjau ulang. Tragedi ini harus dijadikan jalan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan realitas keberagaman keyakinan dan agama di Indonesia," kata Angger.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com