Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemangkusan Pemerintahan

Kompas.com - 19/01/2011, 04:05 WIB

Presiden dapat pula dengan tegas menenggang RUU inisiatif DPR yang tak sejalan dengan arah kebijakannya, atau memerintahkan menteri yang ditugasi mewakilinya menyatakan ketaksetujuan saat proses berlangsung. Namun dalam praktik, selain faktor determinasi, sikap itu biasanya mengundang konflik politik yang terbuka dengan (partai politik di) DPR.

Bagaimanapun, ketentuan seperti itu bagai ranjau yang ditebar dalam UUD. Sedikit lebih dramatik, presiden bagai tersandera oleh ketentuan tadi. Kemangkusan kebijakan atau bahkan stabilitas pemerintah menjadi tak mudah diwujudkan.

Ketentuan yang semula dibangun untuk menggambarkan indahnya check and balances dalam sebuah sistem kemudian juga goyah oleh hadirnya ketentuan tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara yang dalam Pasal 17 Ayat 4 hasil Amandemen 3 harus diatur dalam undang-undang.

Baik dalam teori maupun praktik hukum administrasi atau hukum tata negara, ketentuan tersebut sesungguhnya berlebihan. Ukuran dan bentuk organisasi kabinet seperti dalam sistem presidensial yang dianut UUD 1945 semestinya dengan ikhlas diserahkan sebagai domain presiden.

Organisasi jelas merupakan alat untuk mewujudkan tujuan. Besar-kecilnya kabinet—di luar bidang-bidang yang sifatnya standar—akan dipengaruhi atau ditentukan oleh besar-kecilnya tugas atau banyak-sedikitnya tujuan yang akan dicapai.

Bagaimana mungkin kemangkusan kabinet dapat terwujud apabila janji atau program kerja presiden sebenarnya tak memerlukan format kabinet dengan ragam kementerian negara yang diikat oleh ketentuan UU yang bagaimanapun bersifat baku?

Dengan janji dan kebijakan serta program kerja yang berbeda, presiden berikutnya juga akan sulit bekerja baik dengan format dan ukuran organisasi kabinet yang sebenarnya tak ia perlukan. Dengan gambaran yang agak lebar, soal kemangkusan pemerintahan juga dapat dilihat dari sisi lain.

Akibat yang luas

Dalam Pasal 11 Ayat 2 Amandemen 3 ditentukan keharusan presiden meminta persetujuan DPR (terlebih dahulu) dalam membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat. Konstruksi rumusan itu menimbulkan konsekuensi di bidang kemangkusan penyelenggaraan pemerintahan.

Apa dan yang manakah sesungguhnya ”akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat” itu? Bagaimana keputusan membuat atau tidak membuat harus diambil presiden dan kapan persetujuan harus dimintakan (terlebih dahulu)?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com