Oleh Susie Berindra dan A Tomy Trinugroho Sistem pemilihan umum kepala daerah masih mencari bentuknya. Tahun ini, penyelenggaraan pilkada di 214 daerah tidak luput dari berbagai persoalan. Masalah itu mulai dari anggaran pilkada, pembentukan Panitia Pengawas Pilkada, penyelenggara pilkada yang tidak independen, kerusuhan massa, hingga pembatalan kemenangan calon kepala daerah terpilih oleh Mahkamah Konstitusi.
Tahun 2010 adalah periode kedua pelaksanaan pilkada yang masuk dalam rezim pemilu. Sebelumnya, tahun 2005, saat digelar secara langsung untuk pertama kalinya, pilkada masuk rezim pemerintahan daerah. Dengan perubahan ini, penyelenggaraan pilkada pun sepenuhnya menjadi tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada awal tahun, persiapan pelaksanaan pilkada diwarnai dengan banyak masalah. Sebut saja anggaran pilkada yang mendera hampir semua daerah. Permasalahan muncul karena anggaran yang diajukan KPU daerah tidak disetujui DPRD dan pemerintah daerah. Masalah anggaran ini akhirnya berdampak pada kelancaran tahapan penyelenggaraan pilkada yang disusun KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.
Persoalan persiapan pilkada yang tidak berjalan mulus masih ditambah dengan problem yang berkaitan dengan pembentukan Panwas Pilkada. KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berseteru mengenai pembentukan Panwas Pilkada. KPU menginginkan pembentukan Panwas Pilkada melewati proses seleksi yang sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Sebaliknya, Bawaslu menginginkan Panwas Pemilu otomatis menjadi Panwas Pilkada.
Kerusuhan
Dalam pelaksanaannya, pilkada di beberapa daerah memicu kerusuhan. Contohnya, pilkada di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Pada Mei lalu, tahapan Pilkada Mojokerto diwarnai amuk massa yang ditandai dengan pembakaran dan perusakan 33 mobil. Kerusuhan ini juga melukai puluhan orang, termasuk polisi.
Amuk massa diduga terjadi berkaitan dengan keputusan KPU Kabupaten Mojokerto yang menolak pasangan calon bupati dan wakil bupati Dimyati Rosyid-M Karel. Mereka dinyatakan tidak lolos tes kesehatan.
Persoalan bisa terjadi di berbagai tahapan pilkada. Bahkan, penetapan calon kepala daerah terpilih oleh KPU, yang adalah tahapan akhir pilkada, belum tentu menjadi akhir dari proses pilkada. Hasil yang ditetapkan KPU masih bisa digugat ke MK.
Dari 244 penyelenggaraan pilkada tahun ini, sebanyak 191 pilkada di antaranya dibawa ke MK. Selain sengketa hasil penghitungan suara, kasus yang banyak diajukan ke lembaga itu ialah dugaan terjadi politik uang dalam proses pilkada. Paling tidak, ada 23 gugatan pilkada yang dikabulkan MK. Pemungutan dan penghitungan suara pun harus diulang.
Hingga pengujung tahun 2010, persoalan pilkada tidak juga berakhir. MK belum lama ini memutuskan Pilkada Kota Tangerang Selatan diulang. Pemungutan suara ulang diperintahkan MK tidak hanya di sebagian wilayah, tetapi di semua tempat pemungutan suara.