Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putra Bung Tomo: Tak Ada Ijab Kabul Itu!

Kompas.com - 02/12/2010, 08:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bambang Sulistomo, Ketua Umum Lembaga Pengkajian Sosial Politik dan Ketahanan Nasional (LPSPKN), menyangkal adanya ijab kabul antara pendiri republik dan Sultan Hamengku Buwono (HB) IX.

Seperti diketahui, Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, ijab kabul itu ditandai dengan komitmen Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alaman bergabung dengan Republik Indonesia pada 5 September 1945.

"Kalau ada istilah ijab kabul, itu berarti sama saja dengan merendahkan tekad Sultan Hamengku Buwono IX. Tidak ada ijab kabul itu," kata Bambang Sulistomo, yang juga putra pahlawan nasional Soetomo atau Bung Tomo, kepada Kompas.com, Kamis (2/12/2010).

Menurut dia, Sultan HB IX dulu berjuang untuk NKRI tanpa pamrih. "Beliau ikhlas berjuang untuk NKRI, tidak juga minta mahar. Tapi, karena para pendiri republik ini bijaksana, dan sangat menghormati Sultan HB IX, diberikanlah keistimewaan itu," kata Bambang.

Ia lantas mengajukan logika demokrasi sederhana. "Jika pemimpin eksekutif tidak dipilih oleh rakyat, buat apa ada DPRD?" gugatnya.

Selain itu, Bambang juga menyodorkan argumentasi soal perjuangan daerah lain, termasuk kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. "Apakah ini berarti daerah lain lebih ikhlas dalam perjuangan kemerdekaan '45?" ujarnya.

Lazim diketahui, jabatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini sudah dua kali dipilih oleh DPRD. Selama dua periode pemilihan itu, tidak ada calon lain, kecuali Sultan HB X.

"Masalahnya, sampai kapan akan seperti itu? Kalau nanti Sultan sudah ompong, apakah akan ditunjuk seumur hidup? Kalau terjadi goro-goro, ada masalah intern keraton, bagaimana itu nanti? Siapa yang bisa menyelesaikan? Ke masa depan, kalau penggantinya tidak demokratis, bagaimana?" kata Bambang yang juga mantan anggota KPU ini.

Masalah lain, lanjutnya, adalah bagaimana jika sultan lain di masa depan tidak dicintai rakyat sehingga penunjukannya sebagai gubernur bisa salah.

Itu sebabnya, Bambang mendorong agar segera disahkan peraturan baru yang membuka kemungkinan calon lain di luar Sultan untuk dapat mengikuti pemilihan Gubernur DIY oleh rakyat, bukan DPRD. "Kalau Sultan HB X yakin dicintai rakyat, ya pemilu saja," ujarnya.

Ia berpendapat, jika pemilihan umum langsung sudah digelar, kekuasaan Sultan nantinya lebih di bidang pelestarian budaya. "Harus dipisahkan dengan kekuasaan pemerintahan," tegasnya.

Kendati demikian, dia setuju jika seorang gubernur hasil pemilihan tetap perlu melaporkan perkembangan pemerintahan kepada Sultan.

"Atau misalnya lagi, kalau program pembangunan sarana fisik pemerintah melanggar hak-hak budaya, Sultan punya hak veto," usulnya. Bambang menambahkan, model Thailand, Jepang, dan Inggris dapat dijadikan contoh untuk Yogyakarta. "Mereka rela kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi," ujarnya.

Menangkal argumen soal keistimewaan Jakarta, Bambang menilai, wali kota di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta memang statusnya hanya setara pembantu gubernur.

"Itu seperti kota administratif. Karena itu, tidak ada DPRD di Jakarta Selatan, Jakarta Utara, dan sebagainya itu. Yang ada ya DPRD provinsi dengan 100 anggota," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

    Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

    Nasional
    Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

    Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

    Nasional
    Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

    Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

    Nasional
    Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

    Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

    Nasional
    Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

    Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

    Nasional
    TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

    TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

    Nasional
    Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

    Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

    Nasional
    Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

    Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

    Nasional
    Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

    Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

    Nasional
    26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

    26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

    Nasional
    Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

    Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

    Nasional
    Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

    Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

    Nasional
    Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

    Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

    Nasional
    Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

    Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

    Nasional
    Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

    Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com