JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi enggan berkomentar soal sikap sebagian masyarakat Yogkarta yang mengemukakan wacana referendum (jejak pendapat) terkait dengan sistem pemilihan kepala daerah. Mendagri cenderung berhati-hati kala menjawab pertanyaan soal referendum ini.
"Saya tidak mengomentari yang soal referendum itu. Saya kira terlalu jauh untuk bicara referendum," ujar Mendagri, Selasa (1/12/2010), di Balai Kartini, Jakarta.
Ia mengaku, kisruh soal RUU Keistimewaan Yogyakarta, terutama tentang sistem pemilihan kepala daerah, masih akan dibahas dalam rapat kabinet esok hari. "Ada orang mengatakan langsung saja otomatis. Ada yang mengatakan harus ada nilai-nilai demokrasi. Ada orang mengatakan perpaduan dua itu. Dan dalam rangka membahas semua, tiba-tiba muncul penafsiran yang macam-macam," ungkap Gamawan.
Dalam draf RUU tersebut, diakui Gamawan, masih ada empat alternatif dalam pemilihan kepala daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penetapan empat alternatif itu, menurut Mendagri, juga didasarkan pertimbangan UUD 1945, tetapi sejak amandemen, Pasal 14 UUD 1945 juga mengamanatkan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis.
"Ini jadi pertimbangan. Tapi, ada juga nilai demokrasi, ada juga sejarah yang jadi pertimbangan. Kemudian ada juga nilai demokrasi yang jadi pertimbangan, semua inilah yang akan dirumuskan menjadi draf baru untuk kita kirim ke DPR dalam waktu dekat," ungkapnya.
Namun, pemerintah belum mengambil sikap cenderung akan mengambil sistem pemerintahan seperti apa, apakah dengan pemilihan ataukah melanjutkan yang sebelumnya, yakni dengan penetapan. "Kita belum bisa putuskan, besok Presiden yang akan putuskan," tandas Gamawan.
Kisruh RUU Keistimewaan Yogyakarta ini muncul setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan pernyataan bahwa sistem monarki bertabrakan dengan nilai-nilai demokrasi. Presiden mengatakan hal ini terkait pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta. Pernyataan Presiden langsung ditanggapi Gubernur Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X yang menyatakan bahwa Yogyakarta tidak menerapkan sistem monarki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.