Dengan sepeda motor bebeknya, Rosyid membawa Bambang ke kelurahan. Akan tetapi, si empunya gawe memilih di luar kantor, tak ikut mengurus. Akhirnya Rosyid diberi amanat membawa dokumen, dan meminta dibuatkan SKCK.
Si petugas kebingungan, gerangan apa sampai si empunya dokumen meminta SKCK. Sebagai pembawa pesan, Rosyid keluar kantor dan menanyakan untuk apa SKCK tersebut. "Bilang saja untuk melamar," titah Bambang kepada Rosyid.
Masuk kembali menghadap petugas, Rosyid percaya diri, dan mengatakan bahwa SKCK yang dibutuhkannya untuk melamar. "Melamar apa?" tanya petugas. Belum digubris permintaannya, Rosyid keluar lagi menghadap Bambang. Bambang jujur, "Sudah bilang saja KPK."
Setelah tahu Rosyid membawa pesan siapa, si petugas menghubungi Pak Lurah. Akhirnya Bambang dipanggil masuk ke dalam dan berbicara dengan Pak Lurah. Sementara tugas Rosyid selesai, dan menunggu Bambang di luar.
Sejak itu Rosyid baru tahu kalau Bambang, orang yang selalu memakai jasanya sebagai pengojek, mau melamar ketua KPK, pengganti Antasari Azhar. Rosyid tetap memastikan, "Bapak mau ngelamar, Pak?" "Iseng-isenglah," jawab Bambang.
Bagi Rosyid, Bambang bukanlah orang yang suka protokoler. Hal itu ia ketahui juga dari Sari Indra Dewi, istri Bambang. Dari cerita Rosyid, Dewi sempat mengeluh, takut kalau suaminya jadi ketua KPK, kebiasaannya selama ini turut berubah, termasuk naik ojek, memakai jasa kereta api ke kantornya di bilangan Jakarta Selatan.
"Sebenarnya aku enggak mau kehilangan kebiasaan sehari-hari. Dia aktif di masjid ini, kalau dia di rumah shalat di masjid. Dia enggak mau kehilangan kebiasaan suaminya kalau di tempat baru," cerita Rosyid.
Bakal berhadapan dengan urusan protokoler, sontak membuat Rosyid bertanya kepada Bambang.
"Pak kalau sudah jadi ketua KPK, saya enggak dibutuhin lagi dong, Pak?"
Bambang, katanya, kaget dan balik bertanya. "Kenapa begitu?" Jawaban Bambang cukup membuatnya lega. Karena yang pasti, ojeknya masih tetap dinaiki Bambang.